Mohon tunggu...
Andrea Juliand
Andrea Juliand Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis kemarin sore

ESTJ | Untukmu yang Berani Melepaskan, 2019 | Yang Terlupakan, 2018 | Mikayla, 2017 | Putus, Ya Terus? 2016

Selanjutnya

Tutup

Money

Bukan hanya tentang harga apalagi jadi phobia.. #upgrade.you

5 Oktober 2015   13:32 Diperbarui: 5 Oktober 2015   13:32 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu, kalau Cina bisa berubah, mengapa kita tidak? Mengapa kita harus takut atau phobia terhadap Cina? Bukankah seharusnya kita belajar dari mereka?

Lihatlah bagaimana mereka melakukan proses ATM, Amati, Tiru dan Modifikasi, dan kini hampir semua produk berteknologi bisa mereka buat. Lihatlah bagaimana mereka mengambil pelajaran ketika senyum ramah dan produk murah saja tidak akan menjamin kesuksesan dalam berbisnis, maka mereka berevolusi membuat produk yang berkualitas, tetap murah, dengan pelayanan yang lebih baik. Pemasarannya? Lihatlah ketika Xiaomi dan Lenovo sukses menjual ribuan produk hanya dalam hitungan menit ala flash sale.

Mungkin beberapa tahun kedepan, India, sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia akan menyusul kesuksesan Cina. Lalu, apakah kita juga harus takut/phobia terhadap India? Masih ingat rasanya ketika dulu kita phobia terhadap Amerika. Gaung untuk memboikot produknya gencar dimana-mana seakan kita lupa bahwa makanan dan susu bayipun kita bergantung pada mereka dan sekutunya.

Seharusnya kalau ingin menunjukkan harga diri, kita konsekuen. Ketika, kita menyatakan kebencian sekaligus phobia terhadap Amerika dan Cina, maka konsekuensinya adalah tidak menggunakan produk mereka satupun. Pertanyaannya, mampukah kita?

Sekarang kita phobia Cina, mungkin nanti kita akan phobia terhadap India, dan bila tak berbenah mungkin nanti terhadap semua negara kita akan menjadi phobia. Lalu, bagaimana bisa menjadi Macan Asia? Hey, Macan Asia itu tagline yg tidak main-main lho, it means kemampuan dan kekuatan kita bila sudah menyandang predikat itu ada di atas Jepang, Cina, dan India, dan jauh di atas Malaysia dan Singapura.

Apakah bisa? BISA!

Bukan sikap pesimis, takut, lalu menutup diri yang harus di lakukan tapi upgrade diri, produk, cara berbisnis dan wawasanmu agar bisa bersaing.

Selamat datang di era globalisasi, sebuah era keterbukaan di mana penjual ayam goreng di Malaysia akan bisa dengan mudahnya menjajakan barangnya bersaing dengan ayam goreng Sabana ala Indonesia, baik suka atau tidak suka.

Jangan lemah dan cengeng, mereka yang tidak siap dan takut bersaing itu seharusnya sering main ke pasar, mall atau pusat perdagangan. Lihatlah betapa rejeki itu selalu ada untuk mereka yang optimis dan selalu berusaha. Lihatlah dalam satu gedung di ITC, ada ratusan bahkan ribuan pedagang dan terang-terangan saling bersaing namun tetap rukun bersama, karena mereka percaya sepanjang mereka berusaha, Tuhan akan memberikan rejeki-Nya.

Oh, satu lagi,

Belakangan ini ramai di media sosial yang memberitakan 'sengitnya persaingan' antara tukang ojek pangkalan (tradisional) dengan ojek online. Kubaca singkat komentar mereka di media sosial. Banyak diantara kita yang menyayangkan terjadinya perilaku baku hantam dan pelarangan sepihak dari ojek pangkalan terhadap ojek online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun