Mohon tunggu...
Andre Ahmad Stiadi
Andre Ahmad Stiadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya manusia.

Berusaha menjadi manusia bebas. Tanpa diperintah apalagi memerintah. Duniaku adalah bumi manusia dengan segala permasalahannya. (Minke, dalam Novel Bumi Manusia)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggugat Konspirasi Covid-19

26 Juli 2021   22:51 Diperbarui: 26 Juli 2021   23:14 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan kalian sebagai penganut konspirasi covid-19. Tidak. Tidak sama sekali. Apalagi memojokkan dan mengajak debat kalian. Tulisan ini tidak untuk mengarah kesana. Karena menurutku, tidak ada guna nya meyakinkan kalian. I don't have time to serve you. Banyak hal penting yang harus dilakukan. Tentunya cara yang lebih efektif dan konkrit yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pandemi covid-19. Pandemi ini masalah bersama. Bukan masalah satu atau dua orang. Bukan urusan pemerintah, tenaga kesehatan, atau siapapun. Ini masalah kita bersama, jadi mari kita selesaikan bersama.

Tulisan ini hanya sebuah caraku menyelesaikan permasalahan pandemi covid-19.

MARI KITA BERPIKIR RASIONAL

Pertama-tama, anggaplah semua pemahaman konspirasi yang kalian percayai masuk ke dalam premis atau dasar pemikiran kalian atau asumsi kalian. Kalian boleh bilang covid-19 adalah buatan manusia, buatan Amerika Serikat, buatan China, dan lain-lain. Atau Covid-19 ini adalah perang farmasi. Terdapat perusahaan-perusahaan farmasi yang mencari keuntungan ditengah keadaan seperti ini, serta kepentingan golongan tertentu yang ingin pandemi ini lama berakhirnya. Apapun pemahaman konspirasi itu kalian masukkan kedalam premis atau landasan berpikir kalian. Silahkan itu hak kalian dalam berpendapat dan berekspresi.

Namun, permasalahannya adalah banyak masyarakat secara sadar atau tidak mengambil kesimpulan yang tidak korelatif atau tidak nyambung dengan premis yang kalian yakini sebagai kebenaran. That's the point. disitulah terjadi yang namanya Logical fallacy (kesalahan berpikir). Inilah yang mengkhawatirkan menurutku. Karena dari kesalahan berpikir inilah, masyarakat menyambung-nyambungkannya ke hal-hal yang tidak masuk akal atau tidak masuk dalam logika berpikir

Paham sampai disini?

Oke, jika belum paham. Mari kujelaskan dengan sederhana lagi. Apapun teori konspirasi tentang covid-19 yang kalian percayai. katakanlah, teori yang marak menyebar di masyarakat. Seperti:

Covid-19 itu dibiarkan mewabah agar ada oknum-oknum tertentu yang mendulang keuntungan dari pandemi ini

Sebenarnya landasan berpikir kalian ini tidak bisa benar-benar dibantah. Bahkan untuk diriku sendiri, aku tidak bisa membantah kalian. Meskipun, aku tidak sepaham dengan kalian. Tapi, aku tidak bisa mengatakan teori konspirasi yang kalian percayai 100% salah. Tidak. Karena aku sendiri tidak bisa membuktikan apapun dari teori kalian itu.

Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika kalian memiliki premis seperti itu, kalian secara sadar atau tidak sadar, bahwa covid-19 itu tidak berbahaya. Bahkan tidak ada. Nah ini yang keliru, kawan.

Jadi, katakanlah seandainya yang kalian katakan sebagai teori kalian itu adalah fakta dan benar-benar ada. Fakta yang kalian yakini itu pun tidak bisa menggugurkan fakta yang lain. Fakta yang lain itu apa?

Fakta yang lain itu adalah Covid-19 itu ada, nyata, dan sangat berbahaya

Bahaya dari mana, bang? Kemarin gue kena covid-19 tapi seminggu/dua minggu sembuh dan sehat-sehat aja tuh.

Mohon maaf, itu kan ditubuh anda, bambang... Belum tentu di tubuh orang lain efeknya juga sama. Ini yang menyebabkan Covid-19 itu berbahaya. karena tidak bisa diprediksi. Okelah kalau lu kena covid-19 dan lu ga punya gejala apa-apa yang mengganggu, belum tentu orang lain merasakan juga merasakan apa yang lu rasakan, pak.

Apakah anda memang pusat dunia yang menentukan standar bahaya suatu virus atau penyakit karena tubuh anda tidak terdapat gangguan apa-apa? Kan tidak bisa kayak gitu berpikirnya, Bambang...

Canda Bambang :)

Tetep bang! Tidak berbahaya Covid-19 ini, toh death ratenya rendah. Banyak penyakit lain yang tingkat kematian nya lebih tinggi dari Covid-19 ini. Ngga ada tuh yang dibesar-besarkan oleh media!

Mohon maaf, pak. Ini juga kesalahan dalam berpikir. Alasan kenapa pemberitaan di media mainstream sangat besar, karena ini adalah situasi pandemi. Pandemi covid-19 sangat berdampak pada seluruh lapisan masyarakat. Umat manusia di seluruh dunia merasakan kerugian besar karena ini. Kemudian masalah bahaya, memang benar death rate-nya rendah. Harus diakui memang. Bahkan di Indonesia, death rate Covid-19 hanya 2,6%. Kecil'kan?

Tapi, mohon maaf itu hanya secara persentase. Lu tahu seberapa banyak 2,6% itu?

84 ribu orang per hari (26/07/2021) ini meninggal dunia di Indonesia

 Dan jika lu masih berpandangan 84 ribu adalah angka yang sedikit. Maka, ada yang salah sama otak lu!

Tapi'kan kita harusnya liat yang sembuh!

Iya, bener. Tapi begini pak, untuk menilai sesuatu itu bahaya atau tidak, jangan lihat yang sembuh. Tapi, lihatlah yang meninggal. Lihatlah yang bergejala berat.  Sama kayak kita waktu kecil dinasihatin sama orang tua kita untuk lihat Kiri dan Kanan saat menyeberang jalan. Iya'kan? Alasannya karena nyebrang jalan itu berbahaya kalau tidak lihat kiri dan kanan dahulu.

Kenapa bisa bahaya? Apa karena setiap orang menyeberang jalan itu pasti tertabrak? Kan ngga, Malih..

Tapi, dari situ aja udah dibilangin resiko nya. Sama kasusnya kayak covid-19 ini. Kalau seandainya lu kena Covid-19, tidak ada yang menjamin lu bakal masuk ke golongan 2,6% atau 79,8%.

Tidak ada yang menjamin!

Memang paling banyak korban yang meninggal itu dari golongan lansia. Tapi, lansia tetep manusia, dan bisa jadi itu adalah keluarga anda. Bisa jadi itu kakek anda. Bisa jadi itu nenek, ibu, ayah kita. Selain itu, tidak semua lansia. Ada juga yang muda. Ada juga yang punya komorbid. Ada juga yang di usia produktif.

Seandainya jika lu terpapar covid-19 itu dan lu membawa virus itu dalam tubuh lu ke lingkungan dimana ada orang-orang yang lu cinta dan sayangi. Entah Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, kakak, dan adik anda.

Apakah lu siap buat kehilangan mereka? Jawabannya tidak, kan?

banyak lagi contoh lainnya. Misal, ada orang yang tidak percaya Covid-19 ini karena virus ini berubah-ubah. Ada varian Alfa, Beta, Gamma, Delta, Lambda, Kappa. Selain itu, penularannya juga berubah-ubah. Ada yang lewat droplet, sekarang Air bone. Katanya dulu pake masker hanya untuk orang sakit, sekarang semua orang harus pake masker.  Katanya dulu obatnya A, sekarang B.

Ini virus atau skripsi? Kok berubah-ubah dan banyak revisi?

Nah, jadi gini.

Justru misalnya jika dari awal virus covid-19 ini, sudah ada manusia yang berhasil mengindentifikasi dan memprediksi Covid-19 dari hulu ke hilir. Maka, aku adalah orang pertama yang tidak percaya covid-19 ini.

Mohon maaf ini tuh virus, yaAllah. ini virus. bahkan virus itu tidak bisa diidentifikasi apakah makhluk hidup atau benda mati. Organisme biologis atau senyawa kimia. Virus ini hidup, tapi bukan hidup menurut artian yang biasa kita kenal sebagai makhluk hidup. Selain itu, virus adalah mikroorganisme yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata dan punya resiko bahaya. Dia terus menerus berubah. Mutasinya cepet. Penularannya cepet. Tentunya sangat wajar bila pandangan dan kebijakan yang diambil terus menerus berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Karena yang kita lawan ini adalah makhluk hidup dalam artian lain yang punya penyebaran mutasi dan penularannya luar biasa.

Apalagi ini virus covid-19 masih misterius, belum kita ketahui sama sekali, dan masih terus menerus berkembang.

Namanya ketidaktahuan seharusnya membuat kita waspada, bukan malah jumawa.

Namun, masih banyak lagi kesalahan berfikir dan misinformasi yang menyebar di masyarakat. Sehingga menyebabkan tingkat kepercayaan terhadap vaksin di masyarakat sangat rendah.

Lembaga Survey Indonesia mencatat 42,4% masyarakat Indonesia tidak percaya dengan manfaat vaksin. Sedangkan kita butuh 70% populasi untuk mencapai Herd Immunity (Kekebalan Komunal). Ini masih sangat jauh, kawan-kawan

Tapi'kan, kekebalan Herd Immunity 70% itu cuma akal-akalan WHO, aja bang!

Oh, mohon maaf, jangan salah. Sudah banyak negara yang sudah pulih dari pandemi covid-19 ini. Sudah mulai boleh buka masker. Sudah mulai bebas kemana-mana. Sudah mulai hidup normal kembali. Dan semua negara yang mulai pulih ini, kalin bisa liat disini:

https://ourworldindata.org/covid-vaccinations

Kalian bisa liat di data tersebut, negara-negara yang mulai pulih kembali itu vaccine rate sangat tinggi. Katakanlah negara tersebut adalah Singapura (52%), Inggris (55%), Spanyol (54%), Italia (48%), Amerika Serikat (49%), Uni Emirat Arab (68%), Qatar (59%)

Tidak! Saya tidak percaya Vaksin! Itu omong kosong! Cuma bisnis dari perusahaan farmasi belaka! Itu akal-akalan elit global! Itu adalah cara bagi beberapa oknum mendulang uang sebesar-besarnya.

Menurut gue, Jika semua orang indonesia ini tidak berlebihan soal covid-19 dan menganggap ini hanya flu biasa. Maka keadaan akan sama baiknya kok!

Oh, oke kalau anda berfikir begitu. Tenang! sudah ada kok masyarakat yang mewujudkan pemikiran anda itu menjadi kenyataan. Dan hidup seperti kalian impi-impikan. Mereka menganggap Covid-19 tidak ada. Mulai beraktivitas normal seperti biasa. Melepas masker. membuat acara dan bersenang-senang.

Masyarakat tersebut ada di India. Jumlahnya ada banyak. Lalu bagaimana hasilnya?

NARASI KONSPIRASI COVID-19 DI INDIA

Bicara soal India, ini negara sangat anomali. Di tahun 2021, kasus covid-19 di India meningkat sangat pesat. Masyarakat India kekurangan tabung oksigen. Bahkan negara sebesar India harus menggantungkan hidupnya dari bantuan-bantuan dari negara lain. Sampai sekarang keadaannya belum benar-benar pulih. Per hari ini (26/07/2021) tercatat ada 31 juta kasus covid-19 di India.

Ironisnya, India adalah negara penghasil vaksin terbanyak dan tercepat di dunia. Lalu mengapa ini bisa terjadi? 

Simpel, karena mayoritas masyarakat India tidak percaya vaksin.

Hal ini juga bisa kita lihat dari data. Per hari ini (26/07/2021), hanya 6,8% masyarakat sebesar India yang menerima vaksin lengkap. Ini angka yang sangat-sangat gila. Bagaimana mungkin, penduduk sebanyak 1 miliar di India cuma 6,8% yang udah divaksin? Kenapa mereka bisa tidak percaya vaksin? Nah untuk menjawab tersebut, aku punya penjelasannya.

India adalah satu negara paling disiplin melakukan lockdown. Lockdown di India sangat tegas, bahkan cenderung 'tega'. Karena benar-benar tidak memperhatikan kesenjangan sosial. Banyak masyarakat kelas bawah yang menderita karena sistem lockdown yang diberlakukan India saat itu.

Tidak memperhatikan kesenjangan sosial, tidak memperhitungkan kaum miskin, dan tidak memperhitungkan orang-orang yang di-PHK. Intinya, sekali Lockdown, ya lockdown. Apakah kebijakan itu efektif?

Jika dilihat dari kurvanya efektif. Kurva Covid-19 di India pada saat itu melandai. Karena sudah melandai, pemerintah negara India merasa 'jumawa'. Pongah. Overconfidence. Kemudian klaim kemana-mana kalo mereka berhasil mengendalikan covid-19. Ternyata kebijakan itu punya efek samping serius terhadap masyarakat.

SISI GELAP DARI KELENGAHAN PEMERINTAH DAN KETIDAKTAHUAN MASYARAKAT INDIA

Keberhasilan pemerintah India mengendalikan kurva covid-19, ternyata memiliki borok yang ditutupi. Pertama, masyarakat India merasa tubuh mereka sehat-sehat saja. Keluarga mereka sehat-sehat saja. Mereka merasa tidak terdampak langsung covid-19 selama lockdown. Tapi satu hal yang pasti menjadi pertanyaan ditengah masyarakat India, kenapa mata pencaharian mereka dibunuh? kenapa mereka dilarang keluar dan bekerja seperti sedia kala? Masyarakat India kemudian mencari kambing hitam. Di tengah ketidaktahuan inilah, teori konspirasi banyak berkembang di India.

Ditambah banyak banget tokoh agama di India menyarankan masyarakat di India untuk tidak memperdulikan covid-19. Mengatakan ke masyarakat India, kalau covid-19 ini adalah ujian dari yang maha kuasa. Tetaplah melakukan ibadah dan perayaan seperti biasa. 

Dalam kondisi gamang, kebingungan, dan penuh ketidaktahuan ini. Masyarakat India terpapar teori konspirasi, anjuran sesat tokoh-tokoh spiritual, maka yasudah. Inilah hal yang sudah pasti akan terjadi. Second wave di India terjadi.

Di awal tahun 2021 sampai maret 2021, masyarakat India itu sudah tidak percaya dengan covid-19. Apalagi vaksin. Jadi mereka hidup kayak biasa aja. Mereka bahkan nekat melakukan perayaan agama menghadirkan ratusan ribu orang. Mereka juga nekat mengadakan kontestasi politik yang dihadiri ratusan ribu orang. Bahkan menonton pertandingan cricket dihadiri ratusan ribu orang. Dan itu semua terjadi dalam kurun waktu 3 bulan saja.

Hanya butuh waktu satu bulan pasca itu semua terjadi, India menuai apa yang mereka tanam. Di bulan April, kasus covid-19 meledak di India.

Banyak yang mengatakan itu tsunami Covid-19. Bahkan di judul liputan salah satu surat kabar di India mengatakan kondisi covid-19 di India bagaikan di neraka. Karena mayat dibakar dimana-mana. Sebanyak kurang lebih, 420 ribu orang meninggal. Oksigen habis. Masyarakat bingung. Pemerintah India kalang kabut. Bahkan di situasi terburuk ini pun, masih banyak masyarakat India yang denial. Masih banyak masyarakat yang percaya covid-19 adalah konspirasi.

Hal ini benar-benar menekan mental dan psikis masyarakat india itu sendiri. beberapa dokter atau nakes di India harus mengakhiri hidup mereka dengan cara bunuh diri karena stress menghadapi dinamika masyarakat yang terjadi.

Dan sekarang apa yang menjamin kalau apa yang terjadi di India, tidak terjadi di Indonesia? Akankah Indonesia mengalami hal yang sama? Lalu solusinya bagaimana?

Simpel. Yaitu Vaksin. udah itu aja.

Kita udah punya contoh negara-negara yang berhasil menangani dan pulih dari pandemi covid-19. Berangsur-angsur hidup normal. Kita juga udah punya contoh negara yang mengabaikan kepentingan vaksin, dan harus menghadapi situasi mengerikan. Ini udah dua contoh konkrit.

Katakanlah Spanyol. Negara yang tahun lalu dihajar habis-habisan oleh covid-19 dimana sempat mencatat kasus harian dan kematian tertinggi di dunia. baru beberapa pekan yang lalu, mereka sudah menarik aturan wajib bermasker. Kenapa? karena vaksin rate disana cukup tinggi.

Kemudian Inggris. Tempat lahirnya varian baru B117 (Alpha). Sempat juga kalang kabut karena varian baru ini. Di final euro kemarin, stadion kebanggan mereka, Wembley, itu kan kapasitasnya 90 ribu orang. sudah terisi 75%.

(Btw, mampus kalah. Football is coming to rome, hahaha. forza azzuri)

Amerika Serikat. Negara yang jumlah penduduknya hampir sama kayak Indonesia. Bahkan lebih banyak. Itu sudah bisa menyelenggarakan acara-acara publik. Jika anda menuntun acara smack down, itu udah ada penontonnya. Tentunya penontonnya banyak yang datang.

Kenapa negara-negara tersebut sudah pulih dari pandemi? Yaa, karena vaksin. vaksin rate disana sudah tinggi. Sedangkan di Indonesia per hari ini (26/07/2021) hanya 6,5%.

Tidak perlu deh sampai di angka 70% untuk mencapai Herd Immunity, diangka 40% aku yakin sudah ada dampak dan efek yang bagus. Dan bahkan, negara-negara yang mayoritasnya muslim seperti Uni Emirat Arab dan Qatar mereka tinggi. Sekarang kondisi kedua negara muslim itu jauh lebih baik dari sebelumnya.

Apapun teori konspirasi kalian yang percayai ataupun influencer yang kalian dengarkan. Ini sudah ada contoh konkrit, cuyy. Sedangkan di satu sisi, kita sudah punya negara yang berantakan karena mayoritas masyarakat negaranya tidak percaya covid-19 dan vaksin. jadi buat apa berdebat? Ini sudah ada contohnya kok.

Massif-kan program vaksinasi dan pastikan banyak orang lagi yang menerima vaksin. Kemudian ketika hasilnya mulai keliatan (minimal 40% deh) maka lambat laun, mau tidak mau, orang-orang juga bakal percaya. Vaksin ini benar-benar berguna.

Jika kalian berpikir di Amerika Serikat dan Eropa ada yang tidak percaya vaksin, yaa kalian juga keliru. Banyak kok anti-vaksin yang menentang covid-19, menentang vaksin, dan yang paling baru apa yang terjadi di prancis sekarang. Bahkan di negara maju sekalipun tentu sangat banyak. Tapi, pemerintahnya punya mind mapping yang jelas gitu.

Yaudah gitu, kalo lu ga mau vaksin, lu ga bisa nikmatin fasilitas publik. sesimpel itu. Mau tidak mau, walaupun terpaksa, jengkel, sebel, dan kesel sekalipun. Mereka tetep harus vaksin.

Nah setelah 6 bulan berjalan, ternyata yaudah. Mereka-mereka yang sebelumnya anti-vaksin tidak ada yang terjadi sama tubuh mereka. Angka kepercayaan terhadap vaksin dan covid-19 pun meningkat.

Memang perlu kita memancing sesuatu yang rasional supaya mereka yang anti-vaksin percaya. Dan sembari program vaksinasi dilaksanakan dengan mengedukasi masyarakat, gunakan komunikasi publik yang bagus dan memahami akar masalah masyarakat. Memahami apa yang selalu dipertanyakan oleh masyarakat. Kenali masalahnya. Dengarkan mereka. Mereka rindu didengar.

At the end of the day, untuk menyelesaikan satu masalah bukan seberapa jago dan hebat kita berbicara. Tapi seberapa besar keinginan kita untuk mendengar. Jadi dengarkan apa yang mereka keluhkan. Just it.

Nah, teruntuk temen-temen yang tidak percaya vaksin. Kembali lagi kepada kalian. Aku tidak akan mendebat kalian. Memojokkan kalian, apalagi menyudutkan kalian atas apa yang aku percayai. Jika kalian pada akhirnya tetap pada pendirian kalian untuk tidak vaksin, it's okay. It's fine. Satu hal yang ingin kusampaikan:

Aku mohon banget sedalam-dalamnya untuk tetap pakai masker kalo mau kemana-mana. Jangan batuk di depan muka orang. Jangan bersin di depan muka orang. Taati prokes, please.

Simpel'kan? Gampang'kan? Karena jikalau kalian benar atas landasan berpikir konspirasi kalian, mungkin pride atau kebanggan kalian dan harga diri kalian menjulang tinggi. Mungkin kalian bakal puas. Mungkin kalian akan diakui sebagai orang-orang yang melihat tabir dunia yang sebenarnya. Orang-orang yang tidak bisa ditipu oleh elit global. Orang-orang yang tidak bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan dalam covid-19 ini.

Tapi, kalau kalian salah. Nyawa orang taruhannya. Nyawa orang bisa melayang. Dan hal yang lebih buruk lagi, nyawa yang melayang itu adalah nyawa orang-orang yang kalian sayangi dan orang-orang yang kalian cintai sepenuh hati.

Jika kalian berpikir, pride kalian lebih tinggi dan penting daripada nyawa ini. Silahkan itu pilihan kalian. Silahkan itu hak kalian. Aku hanya berdoa pada kalian semoga kalian selalu dilindungi oleh Tuhan yang maha esa. Itu aja.

EPILOG

Tulisan ini kupersembahkan untuk para garda terdepan, belakang, dan pendukung. Tenaga kesehatan yang berjihad di medan laga. Kehilangan teman sejawat. Mengorbankan segalanya dan bertaruh nyawa untuk pandemi ini segera berakhir. Aku menghormati kalian sebagai pahlawan terbesar abad ini. Respect setinggi-tingginya.

Tulisan ini kupersembakan untuk kalian yang tetap mematuhi prokes dalam situasi apapun untuk melindungi orang-orang tercinta dan paling kalian sayangi. Salam dariku. Semoga kita bisa melewati pandemi ini dengan selamat.

Tulisan ini juga kupersembahkan untuk pedagang kecil yang sangat terdampak dari pandemi ini. Terutama tukang martabak depan rumahku yang tidak henti-hentinya mengingatkan prokes. Panjang umur orang-orang yang tidak pernah lelah dan patah semangat. Panjang umur untuk jiwa-jiwa yang tidak pernah mau kalah dan dikalahkan. Sehat selalu. Semoga dipermudah.

Pandemic will be over. It's about time, but obey the health protocol and get vaccinated immediately. We will win this war.

Panjang umur hal-hal baik!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun