Melestarikan air, minimal tidak mencemari dan merusak. Nah......pernah dengar kalau Belanda itu Ahli Pengairan hebat?
Mengelola air dengan akurat....
Padahal kenyataannya tidak begitu. Nah di hari Bumi ini saya akan melanjutkan cerita.
Nah ini ceritanya....masih dengan Cerita Pabrik Gula di Mojokerto.
Perencanaan saya menulis tentang Cerita Gula di Mojokerto. ceritanya akan saya buat berseri.
1. Teknologi pembuatan
2. Pabrik Gula dan Turunannya
3. Pengairan
4. transportasi
5. sosial ekonomi
Karena transportasi sudah kapan hari...pengairan malah terlewat. Sekarang Seri ke-4 Pengairan.
Seperti cerita-cerita tentang pabrik gula yang lalu ya. Industri gula ini merubah semua tatanan. Sekarang saya cerita tentang tananan air yang juga berubah.
Sungai Brantas di Mojokerto ini baru ada saat kolonial Belanda membuat industri gula. Sebelumnya?
Sungai Lebaaaar...
Lebarnya hampir 3 km. Wiiih...
Jangan diartikan 3 km itu air saja. Airnya akan penuh saat musim penghujan dan surut hanya di beberapa tempat saja saat musim kemarau. Sisanya ya lumpur bantaran sungai.
Catatan Ma Huan dari China saat Majapahit sudah membesar mengatakan sungai ini besar sehingga sungai ini dilalui perahu yang berlabuh di Canggu. Setelah itu Jalan darat ke selatan (Trowulan).
Prasasti Canggu 1280 Saka (1358 M) menyebutkan terdapat 34 pelabuhan di sepanjang sungai Brantas. Berarti besar sekali. Catatan Pendeta W.R. van Hevell juga mengatakan sungai besar luas dan indah.
Pendeta van Hevell ini mengatakan berkuda 3 hari dari surabaya untuk ke Mojokerto (Namanya sudah Mojokerto karena kunjungannya tahun 1847) menyusuri Sungai Kadiri yang luas dan indah.
Sungai ini masih bernama Sungai Kadiri. Jelas luas, berkelok-kelok dan Indah.
Berkelok-kelok.
Sungai memang alaminya ya berkelok-kelok. Sekarang kan sudah ada google map, google earth dan lainnya. Kita bisa lihat sungai di kalimantan (mahakam, barito, kapuas) atau Musi di Sumatra. Pasti berkelok-kelok.
Mengikuti kontur tanah.