Mojokerto dianggap tidak menarik. Keberadaan Trowulan hanya dianggap jalur cepat sekedipan mata lewat untuk segera sampai ke Surabaya atau tempat tujuan lainnya.
Saat ini banyak tempat-tempat baru yang dieksplor dan menjadi instagramable. Berfoto dan dipamerkan untuk media sosial. Serta merta akan ramai saat itu juga dan hilang di kemudian hari. Keberlanjutan tempat tersebut tidak trerjaga karena hanya foto. Tidak ada kisah.
Jika kita tahu Gunung Penanggungan dengan ratusan situs penting dengan ceritanya.........ahli tentang cerita dan data Gunung hebat tersebut bukan dimiliki orang Mojokerto melainkan Pak Hadi Sidomulyo orang bule Inggris. Ironis ya...
Nah.........
.sekarang sudah ada akses tol trans Jawa. Memang Mojokerto terdapat 2 exit tol. Tetapi jika tidak ada yang menarik dari Mojokerto, pasti akan semakin sepi dan dilupakan. Tempat hebat yang tersembunyi.
Inilah yang membuat saya selalu mencari cerita di sekita Mojokerto. Saya kan lahir dan besar di Mojokerto sekarang juga mengabdi di Mojokerto.
Sekarang saya berfoto di Sluis (Saluran Air) Mlirip saya melihat perbandingan dengan keadaan saat 1920 dari KITLV....Tidak jauh beda. Banyaaaaak orang yang mendewa-dewakan Belanda yang dianggap hebat dalam mengelola air.
Ini dilihat dari bangunan Rolak Songo, Sluis Mlirip dan bangunan lainnya. Alasannya Belanda letak negerinya adalah di bawah permukaan air sehingga tertempa oleh alamnya, jadi pasti hebat dalam mengelola air....
Tidak semudah itu Bung....ini Mojokerto......
Nah...begini ceritanya.
Sungai Brantas itu adalah sungai besar....di Jawa juga mirip sungai-sungai Sumatera dan Kalimantan. Dari Batu sumber Brantas memutari gunung, aliran ke arah Malang....menuju Blitar...kemudian Tulungagung. Pada Blitar dan Tulung agung, aliran ini ada yang bermuara di pantai selatan.
Yang bermuara ke selatan ada, sebagian besar berputar lagi menuju kediri....Jombang, Mojokerto, Sidoarjo dan Surabaya hingga ke ujung.
Duluuuuuu, Sungai Brantas yang di Mojokerto ini besaaar sekali. Hampir 3km. Lebar ya. Bahkan Pabrik Ajinomoto sekarang ini, dulu adalah wilayah sungai juga. Brantas yang luaas.
Lalu, Brantas terus berkelok-kelok membentuk cabang ke Kali Surabaya yang menjadi Kali Mas, cabang lainnya adalah ke arah Pasuruan. berkelok-kelok ya........Sekitarnya banjir? memang alami makanya tidak ada yang menempati dekat sungai. Jika ada ya tidak terlalu dekat. Jika masih banjir? ada kebijakan Pemerintah..
Prasasti Kamalagyan di Krian jelas-jelas menunjukkan pemberdayaan masyarakat waktu itu. Prabu Airlangga membuat tanggul menahan banjir. Tanggul harus dirawat, pasti butuh biaya. Untuk lebih ekonomis biar masyarakat saja yang merawat, Â nggak usah dibayar tapiiiiii,
Pembebasan pajak...ditulis di prasasti itu...beres ya..pikiran jaman itu sudah modern.
Berkelok-kelok , saya ulang-ulang ya......karena ini bagian penting yang jarang diketahui orang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!