Meniru apa dulu, ya.....
Nun jauh di seberang sana, Inggris banyak yang memandang negatif terhadap mereka. Saya memandang yang positif saja sesuai komitmen saya menulis tentang hal-hal positif.
Saat ini di pekan pertama februari di Inggris sedang mengadakan perayaan tematik pekan mendongeng.
Pekan Mendongeng Nasional berlangsung di klub-klub mendongeng, teater, museum, sekolah, rumah sakit, tempat nongkrong, dan rumah perawatan (di mana acara ini terus berkembang setiap tahun)
Di mana pun acara berlangsung, jaringan cerita akan dibuat terus menerus agar energi yang cukup besar antara nafas pendongeng dan telinga pendengar.
Pekan Mendongeng Nasional dirayakan oleh semua umur dengan menikmati cerita rakyat, dongeng, khayalan, hantu, naga, ular, dan badai di laut.
Seorang pendongeng yang baik akan menyulap rasa ingin tahu.
Setiap tahun dan difasilitasi oleh pemerintah. Karena mereka yakin dongeng merupakan investasi jangka panjang untuk generasi yang akan datang. Dengan dongeng anak menjadi terhibur tetapi bukan hanya itu.
Tentu saja bukan hiburan saja, secara fisik otak akan terlatih karena anak di usia emas menjadi berimajinasi. Otak kan juga merupakan jaringan tubuh seperti otot lain, jika dilatih maka akan semakin kuat. Dengan dongeng otak akan semakin kuat karena melatih anak berimajinasi.
Dengan otak yang kuat melalui dongeng secara langsung dari mulut diterima telinga, anak menjadi lebih percaya diri dan mempunyai keberanian berbicara. Kan, saat dongeng diceritakan sering kali sang anak interupsi ....mengapa kok gini...mengapa kok gini...ungkapan ketidakpuasan atau keingintahuan.
Bagus kan....
Lantas, dongeng juga selalu mengajarkan kebaikan yang jahat akan menanggung kesalahannya sedangkan yang baik akan menerima hasil yang positif.
Saya mengacu tulisan Nurgiantoro dan Danandjaya yang mengatakan dongeng biasanya tidak benar-benar terjadi sehingga murni fiksi tetapi juga selalu mengandung ajaran moral tentang kebenaran untuk pendidikan.
Lalu, jika Inggris dengan budaya yang itu-itu saja bagaimana perbandingannya dengan kita?
Kita hidup dengan berbagai macam budaya, artinya jelas kita sangat kaya akan dongeng. Generasi muda saat ini hampir tidak mengenal dongeng asli Indonesia.
Kita tanya saja pada anak usia 12 tahun ke bawah, bagaimana kisah Manlin Kundang, Timun Mas, Jaka Tingkir, Cinde Laras dan lainnya.
Kalau kita sensus mulai sabang sampai merauke, dongeng kita lebih beragam. Tetapi seakan tidak tampak di permukaan.
Metode dongeng pun berjalan lambat.
Tetap dengan Fabel yang menceritakan tokoh-tokoh binatang, Legenda yang mengisahkan tentang asal-usul terbentuknya suatu tempat, Mite yang berasal dari rakyat di sebuah daerah, Sage yang menceritakan kehebatan atau kepahlawanan seseorang dan terakhir Parabel yang mengandung nilai-nilai pendidikan, baik pendidikan agama, moral, atau pendidikan lainnya.
Sedangkan dongeng di luar sedemikian majunya sampai tokoh-tokoh seperti Cars, Tayo, Robocar dan lainnya......sapai sekarang kalau saya tanya pada ahli dan praktisi sastra belum dapat jawaban cerita itu ikut jenis apa hahaha
Sampai kapan kita seperti ini?
Jadi kita jangan meniru Inggris ya.....biarkan mereka semakin maju.
Saya pamer foto dulu saat menjadi MC di pembukaan kantor Advokat kemarin.
Mungkin karena saya sering diberikan dongeng oleh Almarhum Ibu saya, jadi saya dapat percaya diri untuk berbicara di depan umum. (firitri)
#penulis #mojokerto #keberterimaan #risiko #peluang #firi #firitri #mc #humaninterest #public_speaking #cerita_mojokerto #ceritamojokerto #perempuan #libur #kacamata #menulis #kekuatan #puri #lokal #budaya #lupa #cinta #panas #penulismojokerto #penulis_mojokerto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H