Joni Ramlan :Mengasah Keunggulan Karena Waktu Terbatas
Menemukan potensi diri secepatnya adalah capaian penting Joni Ramlan perupa dari Mojosari Mojokerto.
Peta pelukis dengan lukisan top di pasar nasional dan internasional selalu memandang Jogja sebagai ibukotanya, Jakarta sebagai pasar, Jawa Barat sebagai sedikit perupa bermutu tapi tidak dengan Jawa Timur.
Jawa Timur selalu terlewatkan oleh peta itu tetapi di Jawa TImur masih dilihat hanya karena ada Galeri Raos yang rutin menggelar lukisan bermutu sehingga kolektor membidiknya.
Untuk perupa? Jawa Timur hanya dilihat karena ada kota kecil Mojosari yang merupakan kota tempat tinggal Perupa Joni Ramlan. Jika tidak ada Joni Ramlan, mungkin Jawa Timur sudah ditinggalkan peta itu.
Wiono, kelahiran 49 tahun yang lalu. Dengan panggilan Yono lalu huruf Y banyak yang merubah menjadi J, hingga dipanggil Jon...yang akhirnya ngepop menjadi Joni, sedangkan Ramlan adalah nama ayahnya Ramlan Sawie Mulya seorang pegawai Pabrik Gula Gempol Kerep.
Masa kecil dan remaja yang nakal karena ingin menggali potensi diri membuat Joni membolos dari sekolah hampir 1 semester hanya untuk belajar gitar dan bass.Â
Setelah mahir memainkan bass dengan beberapa genre musik, Joni masih belum puas karena juga suka mencorat-coret sketsa akhirnya ingin mengembangkan dirinya dengan meminta kuliah di seni rupa.
Saat yang salah untuk jaman itu dimana jurusan seni dianggap kuliah yang sangat tidak bermutu karena tidak seperti dokter, insinyur, ekonom dan bisnis.Â
Orang tua menolak untuk itu, Joni muda hanya meminta hal sederhana karena semua kakaknya kuliah berbiaya tinggi Joni muda meminta biaya kepada orang tuanya tetapi untuk dipakai untuk membuat do'a bersama agar joni yang memilih tidak berkuliah dan meniti karir sebagai pelukis selalu selamat dan sukses.
Mengawali karir dengan usia sangat muda 1988 Joni mulai hidup dengan hasil seni murni dari sket sampai lukisan. Masa kecil di lingkungan pabrik gula yang sarat dengan pemandangan era kolonial sangat terekam di pikiran sehingga banyak mengangkat tema dinding kuno dalam lukisannya.
Joni beranggapan bahwa mengasah perasaan akan membuat lukisannya semakin hidup karena yang dilatih bukan hanya skill untuk menjadi seorang seniman.Â
Hobinya yang dinamis mulai dari berpetualang, off road, motor dan musik membuat lukisannya semakin berisi. Juga dengan membaca buku-buku Cornelis Springer, Hendrik Dubbles,dan Charles Bloom.
Joni yang sangat religius ini menunaikan ibadah haji awal tahun 2000an di saat orang masih jarang untuk ibadah haji tetapi Joni menutup rapat-rapat agamanya karena itu adalah urusan dengan yang maha kuasa saja.
Jika Afandi yang diidolakan Joni selalu tampil dengan lukisan ekspresionis yang itu-itu saja sebagai karyanya, Joni lebih memilih dinamis. Setelah kota dan dinding kuno sebagai tema lukisannya, Joni beralih ke sepeda dan sekarang beralih ke lukisan kontemporer dengan tema Human Interest, wah kalau ini saya juga tertarik.
Walaupun kolektor lukisan masih menginginkan tema lukisan-lukisan yang dulu bahkan bersedia membeli lukisan dengan harga lebih mahal agar Joni melukis lagi tema yang dulu, Joni tetap bersikeras tidak melakukan hal yang sama karena prinsipnya hidup harus dinamis dan terus berubah ke arah yang lebih baik.
Karya-karya Joni selalu ditunggu para kolektor dan pada 2017 salah satu karyanya menjadi primadona di Beijing Biennale 2017. Lukisan Joni bersama 700 karya perupa dari 103 negara.Â
Saat ini Joni sudah selalu mengasah perasaannya di studio mewah di daerah Tunggal Pager Pungging yang relatif luas untuk terus mengasah perasaannya dalam mengisi karyanya.
Saat saya kunjungi, Bung Joni begitu sapaannya sedang menyelesaikan lukisan barunya. Lukisan komtemporer dengn ukuran relatif besar banyak terpanjang di studionya yang asri.Â
Saat saya bertanya mengapa sampai percaya diri dengan menjadi perupa di usia muda, Bung Joni mengatakan karena dirinya tidak mempunyai kemampuan lain sehingga harus terus mengasah satu-satunya kemampuannya ini.
Saya jadi ingat legenda kungfu TIongkok yang meninggal tahun 1930 Li Shu Wen dengan kata-katanya "Jangan takut dengan pendekar yang mempunyai banyak jurus, tetapi waspadalah dengan pendekar yang hanya mempunyai satu jurus tetapi dilatih terus menerus".
Li Shu Wen yang hingga usia 70 tahun tidak ada yang mampu mengalahkannya bahkan Li Shu Wen tidak pernah mengeluarkan pukulan kedua ketika pertarungan, karena hanya mempunyai satu jurus yang dilatih terus menerus.
Ternyata Joni Ramlan melakukannya untuk jalan hidupnya sebagai perupa. Pelajaran yang berharga buat saya karena dapat bertemu orang top di jajaran pelukis Internasional. Joni Ramlah yang tidak dikenal di Mojokerto tetapi besar di kancah Internasional berkat penempaan terus menerus pada satu kemampuan. Sukses Bung Joni. (Firitri)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI