Ada 4 poin penting yang disampaikan pada kegiatan yang diberi judul "Netizen Bali, Ngobrol Bareng MPR" tersebut. Keempat poin tersebut pada mulanya disebut 4 Pilar kebangsaan. Pencetusnya adalah Taufiq Kiemas, salah satu tokoh politik di Indonesia. Dengan sebutan tersebut banyak yang kurang setuju, lalu digantilah istilahnya menjadi 4 Pilar MPR RI. Apa sih yang membuat banyak yang tidak setuju? Mari kita bahas lebih lanjut.
4 Pilar MPR RI, yang dahulu bernama 4 Pilar kebangsaan terdiri dari (1) Pancasila (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 (3) Bhinneka Tunggal Ika, dan (4) NKRI.Â
Hal yang dipermasalahkan dengan istilah "4 Pilar Kebangsaan" adalah bahwa tidak pantas mensejajarkan Pancasila sebagai dasar negara dengan 3 pilar lainnya. Akhirnya diputuskanlah istilah "4 pilar kebangsaan" menjadi "4 pilar MPR RI". Menurut penuturan Rharas, itu hanya permasalahan semantik belaka, bukan terkait dengan pelaksanaan tugas MPR.
Lalu, apa manfaat pengetahuan akan 4 pilar MPR RI buat kita, masyarakat awam yang dalam kehidupan sehari-hari jauh dari istilah ketatanegaraan dan kegiatan tata negara? Bicara tentang 4 pilar MPR RI tidak bisa dilepaskan dari jatidiri bangsa. Bagaimana kembali ke musyawarah untuk mufakat daripada langsung mekanisme voting ketika memecahkan masalah bersama, bagaimana kembali ke kesopanan, baik di depan orang tua maupun teman sebaya, dan bagaimana saling menghargai perbedaan.Â
4 Pilar MPR RI sebenarnya berbicara tentang konsep, terkait pada sisi kognitif (pikiran) manusia dibandingkan sisi perasaan (afektif), maupun psikomotorik. Sehingga, hasil awal manfaat pemahaman 4 pilar MPR RI adalah perubahan pola pikir dalam kehidupan sehari-hari. Sampai di sini, saya hanya manggut-manggut tanda mengerti dan tentu berusaha mengingat pengetahuan tersebut.
***
Bicara jatidiri bangsa bukan hal yang ringan, apalagi dikaitkan dengan situasi akhir-akhir ini. Diskusi dengan MPR RI mengingatkan saya pada apa yang disampaikan oleh Stephen Covey dalam bukunya "Seven Habit of Highly Effective Peoople". Kurang lebih begini bunyinya,Â
"Taburlah gagasan, petiklah perbuatan, taburlah perbuatan, petiklah kebiasaan, taburlah kebiasaan, petiklah karakter, taburlah karakter, petiklah nasib."Â
Artinya, untuk membangun karakter ataupun jatidiri, tidak cukup dengan hanya membaca buku atau mengikuti seminar dan pelatihan penuh selama satu minggu saja, namun dibutuhkan sebuah mekanisme pembiasaan yang dilakukan berulang-ulang secara terarah, nyaris seperti indoktrinasi.
 Hal ini jadi tugas yang tidak ringan, apalagi diemban hanya oleh lembaga negara yang bernama MPR RI, karena 4 pilar MPR RI hanya dalam level gagasan, ide, dan konsep. Karena itu mari kita bersama-sama mewujudkan jatidiri bangsa yang diawali dari pemahaman 4 pilar tersebut. Mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang, dan mulai dari yang paling mudah.