Inisiatif PPATK menyampaikan temuan aliran keuangan Kemenkeu rupanya tidak disokong dengan rencana komunikasi kepada publik. Terlihat jelas di saat peraturan perundangan tentang pembocoran informasi dipertanyakan DPR, argumentasi lembaga ini seakan tidak relevan dengan pertanyaan.
Seharusnya ketika terjadi ledakan persoalan atas sebuah informasi, proses mitigasi terhadap persoalan sesegera mungkin dilakukan. Sebaliknya, PPATK seperti diserang pukulan dari berbagai sisi. Dan sama sekali tidak terdengar melakukan counter atas "serangan" bertubi-tubi itu.
Malah Menko Polhukam lebih berinisiatif melakukan penjelasan kepada publik, atas kesadarannya sendiri. Walaupun, publik sudah terlanjur mengenyam stigma, bahwa ada indikasi "penyelewengan" keuangan di Kemenkeu. Seperti apa bentuknya?
Publik terus bertanya dengan membawa persepsi ada "korupsi" di benaknya. PPATK di rapat dengar pendapat DPR malah menyayangkan persepsi publik yang kurang mengasup literasi.
Masalahnya, jika menganalisa proses penyampaikan literasi di berbagai platform yang PPATK miliki, memang sulit ditemui komunikasi tentang literasi terkait laporan keuangan Rp 349 triliun itu.
Jadi publik memang berpikir dengan caranya sendiri. Tanpa ada komunikasi literasi dari PPATK.
Sehingga persepsi tentang istilah "transaksi", "keuangan", dan "janggal" muncul dengan sendirinya. Yang bila dikerucutkan menancaplah di benak publik, yaitu "kejahatan".(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H