"Wallahhh!!! Kemarin aja udah bikin cerita bohong, masak masih dipercaya?" sergah Ronggo memecah kesunyian lepas Maghrib di warkop Markesro. Matanya terus menatap televisi yang diletakkan di atas lemari. Menyimak acara persidangan Ferdy Sambo secara live yang serunya menyamai sinetron.
Bagaimana tidak, emosi orang-orang macam Ronggo yang driver ojol seakan diaduk-aduk oleh cerita persidangan. Untung tak bentrok dengan pertandingan Piala Dunia di Qatar sana.
"Kenapa lu Nggo?" tanya Cak Kesro yang lagi mengaduk kopi pesanan Badrun. Kopi pahit hitam kental kesukaannya. Kebetulan Badrun bersama istrinya, Maemunah mampir usai menjaga kios besi bekas miliknya.
"Sambo nolak hasil tes kebohongan, Cak," lanjut Ronggo.
Badrun terpicu. Mulutnya ingin ambil bagian dalam pembicaraan yang dibuka Ronggo itu.
"Lha iya, buat apa pake uji bohong, orang dia dari awal udah bohong." Badrun mulai menimpal. Dialek Maduranya kental.
"Ya karena bohong pertama itu ditakutkan bohong kedua, ketiga dan seterusnya, makanya pake uji kebohongan." Kali ini Cak Kesro mengangsurkan ucapan, usai menaruh wedang jahe hangat pesanan Maemunah.
TV swasta terus menyiar. Tayangannya membosankan karena ya gitu-gitu saja di sebuah ruang sidang. Di layar tampak terbagi dua, kadang tiga, kadang empat. Tergantung sidang terdakwa siapa dan saksi mana. Berjam-jam. Saban hari, saban malam.
Masing-masing lalu menyumbangkan pendapatnya. Kadang nyambung, kadang jauh, tetapi semuanya tentang tes kebohongan dan Sambo.
"Jelas..jelas nilainya udah keluar, yang bohong-bohong minus semua," sergah Munah, panggilan Maemunah.