Mohon tunggu...
andra nuryadi
andra nuryadi Mohon Tunggu... Konsultan - bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Creative Addiction; Media Practitioner; Journalist

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"14 Peaks: Nothing is Impossible", Rekor Baru Pendaki Eight-thousander

3 Desember 2021   18:06 Diperbarui: 7 Desember 2021   17:31 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cuplikan 14 Peaks: Nothing is Impossible.| Foto: Netflix

Setelah sukses mendaki tujuh puncak tertinggi dari berbagai belahan dunia atau yang dikenal dengan seven summits, apa lagi yang bisa dilakukan?

Hampir seluruh pendaki yang telah memperoleh "gelar" seven summiters dijamin tergiur untuk membuat proyek baru. Walaupun banyak pula yang tidak berkeinginan menjadi pendaki tujuh puncak. Mereka biasanya ingin lebih menikmati puncak-puncak setinggi Everest yang memiliki ketinggian di atas 8.000 mdpl.

Dan, puncak-puncak itu hanya ada di pegunungan Himalaya hingga Karakoram. Karakoram sendiri membentang sekitar 320 km di wilayah utara Pakistan. Sementara pegunungan Himalaya membentang sepanjang 2.400 km yang membagi beberapa wilayah antara lain Nepal, China, Bhutan, India, dan Pakistan.

Dari sepanjang melintang kedua pegunungan itu menjulang 14 puncak 8.000 mdpl. Inilah incaran pendaki-pendaki alpinis untuk melanjutkan proyek kedua atau bahkan sekalian proyek pertama dan sekaligus. Bahkan kemudian UIAA (Union Internationale des Associations d'Alpinisme) alias Federasi Pendakian dan Pemanjatan Internasional mengakui ke-14 puncak ini. Maka setiap pendaki boleh saja mengklaim dirinya sebagai the eight-thousander alias penjejak puncak gunung ketinggian 8.000 mdpl.

Dulu sebelum mendaki puncak 8.000-an menjadi populer, Reinhold Messner, pendaki legendaris Italia sudah mempelopori. Kendati ia dijuluki "the first eight-thousander", namun proyek itu ia selesaikan dalam tempo 16 tahun.

Pendaki yang mendirikan Messner Mountain Museum di Kronplats Italia dengan desain keren banget itu menuntaskan dengan catatan "tanpa bantuan tabung oksigen". Menginjak Nanga Parbat pada 1970 dan mengakhiri di puncak Lhotse pada 1986. Di sela-sela pendakian dua windu itu dua kali ia taklukkan Everest.

Lalu, banyak lagi ekspedisi pendakian 8.000-an. Pendaki Autralia tak mau ketinggalan. Model pendakiannya menyerupai Messner. Tahun demi tahun bahkan karena tak terlalu didukung biaya gede-gedean, Andrew Lock harus bersiasat mencari-cari partner pendaki.

Ketika mendaki gunung K2 di Pakistan pada 1993, ia merayu tim Jerman dan berhasil. Lock memulai dari K2 yang dikenal paling gahar di antara jajaran gunung-gunung berselaput salju itu. 

Proyek 8.000-an baru finish pada 2009 di puncak Sishapangma yang masuk kawasan Tibet, China. Seperti pula Messener, Lock harus 16 tahun bolak-balik keluar Australia, yang membuat berbagai urusan rumah dikerjakan oleh ibunya.

Lock menjadi orang Australia pertama berstatus eight-thousander lalu menuliskan kisah-kisah pendakiannya itu di buku bertajuk Summit 8000: Life and Death with Australia's Greatest Mountaineer. 

Selang setahun kemudian giliran kaum perempuan beremansipasi. Setelah berhasil menundukkan Everest pada 2001, pendaki perempuan Spanyol Edurne Pasaban saban tahun menggenapi 13 gunung sisanya. Ekspedisi Pasaban berakhir di Shishapangma pada 2010. Jadi makan tempo sembilan tahun. 

Proyek perempuan 48 tahun ini tergolong kilat. Dalam setahun kadang ia tuntaskan dua gunung sekaligus. Bahkan ia membuat "trio macan" bersama dua pendaki perempuan lainnya. Pertama, Gerlinde Kaltenbrunner, pendaki Austria berusia 50 tahun. Kedua, Nives Meroi, pendaki usia 60 tahun kelahiran Italia. 

Cuma Kaltenbrunner lebih dulu memulai pada 1998 di Cho Oyu dan menuntaskan misi di K2 pada 2011. Alias perlu 13 tahun. Sementara pendakian Meroi agak kurang mulus. 

Start tahun 1994 menuju K2 dan gagal (kelak pendakian K2 ia bayar tuntas pada 2006). Juga tak berhasil mencapai Everest di 1996, yang ia balas dendam 10 tahun kemudian. Karena itu tak heran jika Meroi menghabiskan waktu total13 tahun hingga berakhir di Annapurna (2017). 

Sisanya sebanyak 37 pendaki adalah para lelaki yang sukses sebagai pendaki 14 puncak 8.000-an. Catatan ini sampai tahun 2018. Setelah itu tidak ada lagi tambahan.

Kalau dirinci rata-rata didominasi oleh pendaki Eropa. Lebih dari separuhnya. Pendaki Asia ikut memberi kontribusi, yaitu dari Korea, Iran, Jepang ,dan Kazakhstan. Ada pula dari benua Amerika, dari Amerika Serikat, Meksiko, dan Ekuador. Nepal juga mencatatkan dua pendaki sherpanya.

Namun, di mata pendaki muda Nepal bernama Nirmal Purja atau Nimsdai Purja, pendakian 14 puncak oleh seniornya bernama Mingma Sherpa dan Chhang Dawa Sherpa adalah berkat menjadi pemandu. Bukan melalui sebuah ekspedisi yang digagas sendiri oleh anak bangsanya. Sudah begitu juga makan waktu tahunan, sampai 12 kali tahun baru.

Di benak Nirmal alias Nims yang serdadu tentara Gurkha muncul pemikiran sudah seharusnya pendaki-pendaki Nepal mandiri dan membuat ekspedisi sendiri. Mereka harus menjadi "news maker" sederajat dengan bangsa barat ketika pulang dari pendakian yang seringkali bombastis bahkan disebut pahlawan.

Secara fisik, masyarakat Nepal adalah orang-orang yang memiliki lebih dari 30 gen yang cocok hidup di dataran tinggi. Sejumlah peneliti menyebut Sherpa punya gen superatlet yang mengatur produksi haemoglobin tubuh hingga efisien dalam menggunakan oksigen.

Secara teknis, kemampuan mendaki mereka telah ditempa lama oleh alam. Bahkan dalam kemampuan manajemen pendakian, mereka terlatih menjadi penolong khususnya untuk high altitude accident and emergency.

Secara intelektual, warga Nepal telah mengenyam pendidikan tinggi. Kakak Nims adalah sarjana. Kemampuan penguasaan bahasa asing juga tak diragukan. Termasuk tentu saja kapabilitas membangun jaringan dan koneksi dengan pihak luar.

Jika kemudian, pria 38 tahun itu lekas-lekas membuat proyek pendakian prestisius menjadi wajar. Walaupun Nims sendiri hanya memiliki track record pendakian sekali memuncaki Dhaulagiri dan dua kali summit attack Everest.

Yang ia butuhkan selanjutnya adalah teammates. Karenanya ia memilih pendaki terbaik Nepal. Proyek yang kemudian bertajuk Project Possible 14/7 itu menargetkan tujuh bulan menghabiskan 14 puncak Korakoram hingga Himalaya dalam tempo tujuh bulan.

Ekspedisi itu lalu dipresentasikan melalui film dokumenter bertajuk 14 Peaks: Nothing is Impossible. Film ini kentara benar tidak diperlakukan sebagai sebuah diary perjalanan dan teknis pendakian. Atau dijejali dengan dramatisasi yang cenderung fiksi.

Kekuatan bangunan ceritanya menggabungkan berbagai unsur. Mulai perjuangan persiapan terutama pencarian dana yang seringkali membuat proyek tersendat dan tidak jalan. Kisah istri yang tabah melepaskan ambisi sang suami demi negaranya, walaupun seringkali jantungnya dibuat dag-dig-dug ser. Momentum-momentum haru dan menyentuh  hubungan ibu -- anak yang nyaris menggagalkan proyek. Kemudian dipilih footage seru yang dijalin cakap dan disalurkan lewat story telling menyentuh. Ah, surga memang berada di telapak kaki ibu.

Ada pula sentilan peran negara sebagai unsur pendukung. Kelihatan benar negara hadir membantu proses diplomasi saat pemerintah China nyaris menutup pendakian di wilayah Tibet. Kali ini kolaborasi politikus Nepal dan warga demi ibu pertiwi.

Soal kekinian, dimana manusia berinteraksi melalui media sosial, digambarkan pula lewat dukungan warga dunia demi membuka mata pemerintah China. Solidaritas bagi dunia pendakian tak hanya tampil lewat dukungan digital. Bahwa para pendaki sekalipun berkompetisi, sesungguhnya dalam jiwa mereka ada pertalian persaudaraan.

Jika tidak mana mungkin tim pendaki elit Nepal ini  harus bersusah payah naik kembali di Annapurna. Padahal kaki juga baru sampai di base camp sepulang pendakian pertama. Atau di pendakian lain sesal  Nims sempat membuat istrinya prihatin akibat pendaki yang ia tolong akhirnya tewas di pangkuannya.

Dokumentasi pendakian tiga fase itu kontan mendapat sambutan apik dari situs database ternama dan rujukan dunia film, IMDb. Beberapa poin lebih tinggi ketimbang film dokumenter petualangan lain, Free Solo (2018). Malah jauh lebih tinggi daripada film box office yang menceritakan pendakian Rob Hall, Everest (2015).

Ekspedisi Project Possible 14/7 memecah rekor dari seluruh pendakian 14 puncak 8.000-an dalam soal durasi. Tidak perlu tujuh bulan menuntaskan Annapurna sampai ke Shishapangma.  Cukup enam bulan enam hari. Rekor itu masih tercatat sampai hari ini. Tiga pendaki Nepal tersebut menambah daftar pendaki eigth-thousander.  

Sesampainya di Kathmandu, Nims cs disambut bak tim Prancis setelah menjuarai Piala Dunia 2018. Sama-sama menorehkan hasil terbaik "kompetisi" level sejagad. Nims menyatukan Nepal lewat caranya.

Messner yang kini berusia 77 tahun mengaku respek. "Dia berhasil dengan strateginya sendiri. Dan dia orang pertama yang melakukannya," tutup Messner. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun