Mohon tunggu...
andra nuryadi
andra nuryadi Mohon Tunggu... Konsultan - bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Creative Addiction; Media Practitioner; Journalist

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Cockpit Ngamen Keren "Melawan" Covid di YouTube

27 Juli 2020   00:15 Diperbarui: 27 Juli 2020   11:05 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi baby boomers, generasi X, mungkin juga sebagian generasi Y, sudah pasti akrab dengan nama Phil Collins. Majalah Hai pernah menjulukinya "Si Botak yang Jenius".

Philip David Charles Collins sudah renta, pernah mengakhiri karir konsernya di tahun 2004. Namun tahun silam kembali naik panggung dengan tur konser bertajuk "Not Dead Yet" yang menyinggahi 97 stage di Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara dan Oseania, sejak Juni sampai Oktober 2019.

Pagebluk Covid mematahkan rencana "Not Dead Yet" Tour.

Phil yang sudah akan kepala tujuh juga punya agenda lain di 2020. Bersama Tony Banks dan Mike Rutherford, November 2019 mengucap janji menghelat tur konser mengibarkan kembali bendera Genesis setelah 14 tahun menghilang dari peredaran.

Mengusung nama "The Last Domino? Tour" seharusnya April lalu telah menyambangi 19 panggung. Tapi itu pun tinggal rencana. Covid membuyarkan rencana itu.

Semua industri hiburan seolah tutup buku. Termasuk di Indonesia.

Mendadak para fans berat Genesis yang juga Phil Collins bak mendapat siraman air segar. Memang bukan Genesis ori atau Phil Collins asli yang hadir, juga bahkan lalu dikemas dalam format konser online. Melainkan Cockpit.

Cockpit, band cover version-nya Genesis yang malang-melintang di panggung era 80-an. Siapa anak Gen X yang tak kenal Freddy Tamaela, sang vokalis yang kerap disapa Phil Collins Indonesia.

Ada pula Oding Nasution (gitar), Yaya Moektio (drum), Harry Minggoes (bass) dan Roni Harahap (kibor). Ini adalah formasi pertama, yang merupakan jelmaan dari Batara Band.

Youtube/DSS Music
Youtube/DSS Music
Cockpit era baru hanya menyisakan Yaya Moektio. Kendati sudah 68 tahun tetapi gebukannya masih segahar dulu. Masih kuat dan seolah menjadi representasi Chester Thompson, drummer cabutan Genesis selama hampir 20 tahun.

Yaya Moektio yang berkostum gamis dan bersorban putih kali ini ditemani Raidy Noor (bass), Nada Noor (gitar), Krisna Prameswara (kibor) serta tiga vokalis (Judy Colours, Arry Syaff dan Denni Chaplin). Membuka konser online itu dengan Home by the Sea, tembang yang dirilis tahun 1983 dan ditulis oleh Tony Banks.

Dalam ruang digital bernama YouTube, suguhan konser ini terasa berbeda. Anda tidak melihat para personel beraksi dalam sebuah stage indoor. Melainkan tampilan frame tiap personel, yang seolah menunjukkan bahwa mereka sangat peduli dengan protokol kesehatan menjaga jarak.

Kemudian faktor audio atau sound system bisa sangat berbeda kualitas bagi tiap penonton. Hal ini tergantung mutu speaker perangkat yang Anda gunakan.

Namun, DSS (Donny Sistem Suara) Music, penggelar tontonan digital berpayung Konser 7 Ruang ini paham benar cara mengoptimalkan format audio yang ditawarkan oleh YouTube.

Dan, itu bisa Anda rasakan benar kualitasnya yang prima dengan menggunakan headphone.  Berbeda sekali dengan jika Anda berada di ruang konser. Via digital, streaming audio tak kalah memukaunya. Headphone amat membantu mengakomodir "menelanjangi" setiap gebukan Yaya, betotan bass Raidy di frekuensi rendah.

Begitupun raungan gitar Nada yang beberapa kali penonton menjulukinya Nada Hacket. Hahaha....Steve Hacket, gitaris rock progresif yang sempat bertahan enam tahun di Genesis. Atau menjelmakan sayatan gitar Daryl Stuermer, gitaris band-nya Phil Collins di tembang Easy Lover contohnya.

Youtube/DSS Music
Youtube/DSS Music
Jangan lupa lewat audio setingan DSS itu pula Anda bisa mentakjubi permainan jemari Krisna di atas tuts sebanyak lima kibor. Harmoninya mengingatkan kecepatan Tony Banks. Umpamanya di tembang I Know What I Like. Ia bahkan bisa mengkonversikan suara trumpet Harry Kim cs lewat tuts kibor.

Harap maklum Donny Hardono, empunya DSS Music adalah salah satu pelaku bisnis tata suara yang kenyang pengalaman di negeri ini. Ia makan asam garam di bisnis pertunjukan musik, dari panggung ke panggung, dari artis lokal hingga internasional.

Merunut ke era tahun 80-an, nama Donny identik dengan tata audio konser yang kala itu menjamur di berbagai kota. Sempat ada nama Lasika dari Surabaya, namun seiring zaman, DSS lah yang bertahan sampai sekarang. Dan, tetap profesional.

Konser 7 Ruang Cockpit, 25 Juli lalu itu sebenarnya merupakan gelaran kedua. Bulan sebelumnya, pada 12 Juni Cockpit tampil digital dengan formasi sama, kecuali kibor yang kala itu dimainkan oleh Dave Lumenta dan menggunakan dua drummer. Selain Yaya, sang putra Rama Moektio andil saat itu.

Konser digital atau virtual macam ini juga melahirkan kebiasaan baru. Salah satunya adalah interaksi antarpersonel, pendukung konser (teknisi) hingga viewers. Mereka bebas saja berbincang, seperti sedang cangkrukan.

Mengomentari celotehan alias chat ribuan viewers. Sementara di chatbot, orang bebas pula bercuap, atau saling ledek, sesekali jadi ajang reuni yang jangan-jangan baru terjadi di konser virtual Cockpit ini.

Suasananya egaliter. Pebisnis, pemusik, pejabat, juga orang-orang biasa menyatu di situ. Ada Triawan Munaf (mantan Ketua Bekraf), Ririek Adriansyah (Dirut Telkom yang mantan Dirut Telkomsel), Jelly Tobing (drummer senior), Tika Bisono (psikolog), Vina Panduwinata (penyanyi senior) dan banyak lagi membaur. Indah, bukan?

Namanya pula konser gratis, jadi penonton tak layak komplain. Walaupun sebenarnya kalau mau DSS Music bisa saja memilih bergabung dengan aplikasi seperti Loket.com. Buat konser macam ini tentu layak diduitin. Namun  DSS dan Cockpit cuek saja seolah tak memikirkan profit.  

Tetapi tentu saja, DSS dan personel Cockpit musti diapresiasi. Setidaknya untuk mengganti ongkos produksi, latihan, dan sebagainya. Jadi wajar jika penonton diajak berpartisipasi dalam donasi. Sawerannya bebas, dari puluhan ribu sampai jutaan perak. Bahkan ada pula donasi dalam dolar dan euro.

Mereka, para operator audio, pekerja seni (pemusik) dan bergelintir manusia yang menyandarkan hidup pada bisnis konser paling tidak  bisa kecipratan rezeki. Katakan sebuah berkah di saat Covid.

DSS Music menjalin kerjasama dengan berbagai moda payment. Ada BCA, PayPal, hingga SociaBuzz. Lantas pembayaran ala milenial diwakili oleh GoPay, OVO, Dana dan LinkAja ikut nimbrung memberikan kemudahan bagi donatur.

Sekitar 20 tembang Genesis bercampur lagu-lagu solo Phil Collins mengumandang selama nyaris lima jam. Cukup lama jika dibandingkan konser biasa. Toh, para pemusik yang sebagian besar bukan anak milenial itu tetap fit.

Youtube/DSS Music
Youtube/DSS Music
Tengah malam  mengalun Take Me Home. Tembang milik Phil Collins dari album No Jacket Required (1985) dibawakan apik bahkan melibatkan tiga vokalis. Pertanda konser ini hendak berakhir. Persis seperti set list konser Phil Collins bertajuk "Both Side World Tour" pada 1995 di Ancol.

Donasi terkumpul Rp 99 jutaan. Wow, naik signifikan dari konser Cockpit pertama pada bulan sebelumnya (sekitar Rp 80 juta). Donny pun menggenapkan satu juta perak menjadi Rp 100 juta.

Seakan tak ingin membuyarkan suasana, Cockpit nge-gas lagi dengan tembang medley. Rasanya lagu-lagu Genesis dan Phil hendak dimuntahkan semua. Dan Turn It On Again dari album Duke itu pun mengentak.

Bagian ini seolah sebuah encore dalam kemasan konser virtual. Encore biasanya dibuat menggelora, mencoba menggapai klimaks. Umumnya saat tepat mengenalkan satu-persatu line up band.

Eh, tiba-tiba medley itu berpindah ke lagu Jump (Van Halen), Black and White (Michael Jackson), Message in a Bottle (The Police), Enter Sandman (Metallica).

Dalam menit-menit pamungkas, masih mengalir donasi. Sampai kemudian DSS menutupnya dan mengumumkan jumlah donasi. Ini contoh apik sebuah transparansi keuangan yang terang benderang.  

Konser 7 Ruang performing Genesis feat, Phil Collins adalah hiburan era new normal, bagi yang rindu akan aksi panggung Cockpit. Yang kangen tembang Genesis dan Phil Collins secara live.

Sepanjang zaman, Genesis mengemas lebih dari 15 album sejak awal karir di 1967. Sedang si botak jenius mencetak sedikitnya delapan album. Genesis sendiri tak pernah menghibur penonton Indonesia. Sementara Phil Collins hanya sekali bertandang ke sini.

Donny Hardono bilang, "Jangan-jangan malah mereka yang menonton kita." Menonton Cockpit via YouTube.

Salah seorang pemirsa nyeletuk, "Phil Collins minder nih."

Ah, bisa jadi! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun