Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Tentang Sebuah Negeri

14 April 2016   13:17 Diperbarui: 15 April 2016   08:00 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dongeng Kakek kepada Cucu, by; Klik Fotografi Kompas."][/caption]Kek… maukah kau menceritakan sedikit kisah? Untuk kami berdua… untuk teman-teman nanti di sekolah.

Ayo, Kek. Berkisahlah, ceritakanlah…

 

Ahh, kalian mengganggu tidur siang Kakek saja. Kenapa wajah kalian memelas begitu? Sudahlah. Duduklah yang baik, akan Kakek ceritakan sebuah kisah. Drama mayapada di Nusantara.

Hmm, tunggu dulu. Sepertinya ada yang kurang. Ahh, mungkin Si Cepot ini bisa menjadi rekan.

Nah… duduklah, mendekatlah.

 

Dengarlah Kakek berkisah… tentang satu negeri yang pernah susah, dari ujung timur hingga ke barat terpecah-belah. Terkungkung ambisi raja-raja tak sudah. Perebutan takhta hingga wanita terbilang sudah. Sempurna kehancuran kala datang asing menjajah.

Satu-dua kesatria bermunculan, dari desa hingga negeri pertengahan. Menyabung nyawa demi kebebasan. Sikap dan santun menjadi tauladan, hingga menggerakkan hati hati yang dinaungi keinginan. Keindahan bersatu atas nama perjuangan. Kebebasan. Tak sudi anak keturunan hidup dalam tekanan.

Sayang disayang, seribu kali sayang. Kesatria muncul pengkhianat pun datang. Satu langkah antipati seribu jegal menghangdang. Hasut dan dusta merdu berkumandang. Fitnah mengungkung begitu merajang.

Dengarlah Nak, dengarlah Sayang. Dengarkan semboyan kesatria dipandang. Mati satu tumbuh seribu, sebelum tuntas mimpi disandang, pantang berpulang ke pangkuan ibu.

Dengarlah Nak, dengarlah Sayang. Meski lelah perjuangan begitu panjang. Namun tangis ibu pertiwi tak lagi berkumandang. Terbebas tangan leluasa berdendang. Lepas belenggu kaki lentik langkah dalam derap riang. Sirene bahagia tak putus melantun girang.

Negeri… menang.

 

Tidak adakah lanjutan kisahnya, Kek? Ayolah Kek, kami masih betah duduk berjongkok di hadapanmu.

Bagaimana dengan negeri itu, Kek? Apa rakyatnya jadi bahagia, Kek?

 

Tentu saja bahagia! Bodoh kau… benarkan, Kek?

Kek… kenapa Kakek diam?

 

Baiklah, Nak. Maafkan Kakek, ma—ta Kakek… kemasukan debu.

Rapikan lagi duduk kalian…

 

Hmm… kebahagiaan hanya isapan mimpi. Hanya sesaat sorak sorai kegembiraan dan sejahtera pergi… pergi entah kapan akan kembali.

Kau benar, Nak. Negeri itu pernah bahagia. Gemah ripah loh jinawi, begitu kata membumi dunia. Toto tentrem kerto raharjo, sambungan lidah kata dahaga.

 

Benar…

Tiada lagi raja-raja berselimut dinasti. Yang begitu berambisi, kembangkan wilayah dalam hingga ke jauh lain negeri.

Benar…

Asing penjajah telah pergi. Hengkang dari Bumi pertiwi, sebab kemerdekaan telah didapat pasti.

Tapi…

Sayang disayang, seribu kali berkali sayang. Negeri itu kini terseok mungkin menunggu… mati. Bukan karena asing datang kembali, tetapi anak-anak pertiwi yang rakus tak terpuaskan kini. Tega menggerogoti setiap inci ibu Bumi. Mengumbar tawa pada sejawat dan hanya famili. Hanya famili… tak hendak memandang kau aku kita ini. Tiada sudi.

Dan ibu pertiwi, jerit meronta tangis menjadi-jadi. Hingga serak habis suara hati.

 

Jangan takut, Nak. Jangan kausedih. Lain zaman lain masa. Satu-dua kesatria muncul lagi. Demi mimpi yang kiranya belum terwujudkan sepenuhnya, sejati. Lihatlah saksikanlah, perkelahian mereka yang selalu diumbar kini.

 

Yakinlah, Nak. Yakinlah Sayang. Jangan berputus asa, jangan berpatah arang. Sebelum mimpi terwujud demi generasi mendatang, pantang berpulang ke pangkuan ibu di kandang.

 

Nah… tersenyumlah kalian. Bangkit dan pergi dari sini. Aku akan melanjutkan tidur siangku lagi. Hentakkan langkahmu, tegakkan kepalamu, pandanglah cakrawala membiru. Gantungkan mimpi dan keinginan kalian di sana.

Melangkahlah, melangkah.

 

-----o0o-----

TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.

Ando Ajo, Depok 14 April 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun