“Yang, Sayang, tenang dulu…” di hari lain, Erick mungkin akan berusaha menyembunyikan wajahnya dari tatapan aneh orang-orang di sekitar. Tapi tidak untuk kali ini, rasa malu sepertinya raib dari diri.
“Kamu masih mikir ini benihnya Fredy, gitu?!”
“Bukan… yaa ampun, Yang. Udah, tenang dulu.”
“Terus…?!”
“Aku hanya ingin memastikan—ntar dulu, jangan dipotong!” Erick tetap menghadirkan senyum di wajahnya, meski Liona benar-benar merasa harus segera pergi saja dari sana. “Yaa, kita dah membicarakan hal ini, aku—aku hanya ingin menepati janjiku. Hanya saja… aku baru di-PHK. Jangan takut, aku sudah menguangkan semua hartaku, termasuk… jam tangan. Jadi, kalau kamu benar ingin hidup bersamaku, hari ini juga bawa aku ketemu orang tuamu untuk mela—“
Erick terpaksa menghentikan ucapannya. Semburan air merah dari gelas di tangan Liona telah menyahut ucapannya.
Tanpa sepatah kata pun, Liona bangkit dan berlalu dari hadapan Erick.
Hari kasih sayang, ya?
Tinggallah Erick seorang diri menghadap meja yang sedianya akan menjadi saksi makan malam romantisnya dengan Liona. Erick tertunduk, tatapan dari orang-orang sekitar sedikit terasa memberatkan.
Namun, ada senyum teramat manis di ujung bibir Erick.
Kau sudah menjawab semuanya dengan baik, Liona. Sangat baik.