[Renungan Jumat]
Rebah kurebah, di atas kegersangan sentuhan tanah. Di antara kerapatan rumput menguning tiada bercelah. Dalam dekapan bayu yang enggan berhembus dan entah. Di bawah langit yang megah dan angkuh tiada hendak mengalah. Tidak pula sang raja hari yang selalu saja menyengat kulit hingga pecah… berbelah.
Tengadahlah tengadah…
Lihat iring-iringan awan berarak bermadah.
Dan diri… masih saja jengah.
Tatih kutertatih, jengkal demi sejengkal beringsut letih. Kadang lirih mengundah pedih. Kekosongan hidup yang amat jernih, memudar perlahan dalam lafaz perih. Mengadu pada arogansi tipis di dada yang pipih. Melambungkan angan pada semesta khayal dalam rajam sedih, dan terhempas remuk di atas karang tajam… tersisih.
Tunduklah menunduk…
Lihat sungai tetap mengalir meski air keruh bercampur aduk.
Dan tidakkah diri tawaduk?
Pada raga yang ditumpangi tanaman, tetap akar menjalar menjalin kehidupan. Tetapkan begitu hingga akhir zaman, hingga kehancuran menyapa badan. Begitulah tersurat dalam perjanjian.
Pada raga yang ditunggangi hewan, tetap akan merangkak dalam pencarian. Terlihat buas tapi bukan kejahatan, sebab itulah janji hidup pada Dzat bernama Tuhan. Dan diri… tiada sedikit jua keberatan.
Dan engkau pada raga disusupi insan… Tidakkah mengukur jalanan? Tidakkah diri tahu jika bayang-bayang lebih panjang dari badan? Dan juga pada kasih yang hanya sepenggalan? Tidakkah memerlukan muhasabah demi keselamatan? Pada badan, pada Dzat Agung bernama Tuhan?
Tunduklah
Merunduklah
Resapilah…
Â
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.
Ando Ajo, Jakarta 5 Februari 2016.
Terima Kasih Admin Kompasiana^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H