Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Descendant

2 Februari 2016   17:32 Diperbarui: 3 Februari 2016   04:03 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pria setelan putih membanting kencang senjata di tangan—kehabisan peluru. Dengan kekesalan memuncak, ia memerintah beberapa orang bawahannya menggunakan senjata kelas berat—kelas sniper-rifle.

Ada sepuluh pria menyandang senjata kelas berat tersebut, mereka menyebar di beberapa sisi kapal kargo, memindai permukaan laut yang telah terang. Menunggu kemunculan kembali mermaid  yang tidak saja mengganggu “bisnis” mereka, tapi juga telah membunuh banyak rekan mereka.

Di dalam air. Dayinta Bombang memandang tak berkedip pada kapal kargo, dari beberapa meter di bawah lambung kapal tersebut. Meskipun sorot mata laksana sepasang pedang terhunus, namun sudut bibir menyatakan lain.

“Ina Wandiu Diu, tampaknya aku belum menuntaskan pelajaranmu, Ina”  bisik Dayinta Bombang dalam hati. (Ina; dari bahasa Buton – Sulteng; sapaan takzim pada wanita yang lebih tua, ibu)

Ada beberapa luka gores di tubuhnya, satu di antaranya luka di bahu kanan yang sekarang ia bekap dengan telapak tangan kiri, luka ditembus peluru salah satu senjata di tangan pria-pria di atas sana. Dayinta Bombang masih merasa beruntung, tidak ada luka yang bisa membuat ia kehilangan nyawa. Kebanyakan luka akibat peluru-peluru yang melenceng—seperti luka sayat.

Tapi, Dayinta Bombang belum akan menyerah pada pria-pria bersenjata tersebut. Tidak akan. Ia telah lama “mengintai” mereka. Muatan di dalam kapal kargo itulah yang menjadi alasan Dayinta Bombang berkukuh untuk menenggelamkan kapal tersebut. Ya, narkotika dan zat adiktif jenis baru yang akan menjadi ladang uang pria bersetelan putih-putih tadi. Barang-barang haram, yang ia tahu telah banyak merusak terumbu karang di kawasan Wakatobi, sebab dari beberapa spesimen terumbu karang itulah mereka-mereka memproduksi barang haram tersebut.

Dan yang menyedihkan, Dayinta Bombang belumlah lamur untuk membedakan. Beberapa sosok pria-pria di atas kapal di permukaan laut sana, adalah orang-orang Indonesia juga. Apa yang ada dalam pikiran mereka? Pertanyaan itu selalu menghantui Dayinta Bombang dengan mesra.

Dayinta Bombang meremas kuat bahu yang tertembus peluru. Urat-urat darah menegang di pelipis, menahan nyeri. Andai saja ia sedang tidak berada di dalam laut, mungkin teriakannya akan bisa didengar pria-pria di atas. Air laut di dekat bahunya, membentuk pusaran kecil. Tak lama kemudian, laksana tangan-tangan gaib sang ahli, pusaran air bercampur darah menarik cepat peluru yang bersarang di dalam bahu. Gelembung air semakin besar keluar dari mulut Dayinta Bombang yang terbuka lebar menahan perih teramat.

Dayinta Bombang mengulurkan tangan kiri, menyambut proyektil peluru yang mengambang di hadapannya.

Didahului mengatupnya rahang dengan kencang, tubuh Dayinta Bombang melesat cepat menuju lambung kapal kargo—pada bagian yang sebelumnya telah ia bikin penyok.

Dhuuumm…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun