Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cahaya yang Tak Pernah Padam

25 Desember 2015   17:19 Diperbarui: 25 Desember 2015   17:19 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Duhai Humaira, janganlah engkau menangisi atas ajalku hingga menjadikan engkau golongan orang-orang yang merugi. Panggilkanlah kembali sahabatku  itu, ia masih berdiri di depan rumah.”

Maka kembalilah Aisyah membuka pintu, dan benar, sosok gagah yang akhirnya ia ketahui sebagai perwujudan terindah dari Malak Al-Maut masih berdiri mematung di sana. Aisyah putri Abu Bakar menggigil, pertama kali dalam hidupnya menghadapi sesuatu yang “teramat besar”.

 

Datanglah Malak Al-Maut menemui Baginda Rasul yang terbaring lemah di atas pembaringannya. Dengan rupa dan tingkah laku terindah yang bisa ia berikan. Begitu salamnya dijawab Baginda, sang maut duduk di dekat kaki Baginda. Sementara Aisyah, tetap kembali memijit perlahan dahi Baginda.

“Duhai Sang Maut, mengapa engkau duduk menjauhiku? Apakah aku terlihat begitu lemah saat ini hingga engkau menjaga jarak dariku?”

Malak Al-Maut tiada mampu menjawab sepatah kata pun, ia menggeser duduknya di samping kanan Baginda Rasul.

“Sungguh janji Allah Rabb-ku adalah sesuatu yang tepat. Begitupun ajalku.”

“Wahai jiwa yang dirindukan penduduk syurga, seandainya engkau meminta penangguhan akan ajalmu, maka aku akan kembali ke Sidratul Muntaha menemui Allah Azza wa Jalla.” Begitulah ucapan Malak Al-Maut tidak sanggup menatap wajah Baginda Rasul tanpa air mata tercurah.

“Sungguh aku tidak akan melakukan itu,” senyum Baginda Rasul.

“Dunia ini masih butuh kehadiranmu, duhai kekasih Allah—“

“Tidakkah engkau menyadari, duhai Maut sahabatku?” sanggah Baginda Rasul masih dengan senyuman di sela pening kepala yang kian berat. “Bila aku meminta penangguhan atas ajalku sendiri—meski hanya untuk sedetik, sesungguhnya lah aku telah menodai ketetapan Allah Rabb-ku. Dan tidaklah karenanya umatku akan mengingkari itu, menjadikannya alasan untuk meninggalkan ajaran.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun