Dengan memahami kejahatan sebagai fenomena sosial yang kompleks, kebijakan kriminal di Indonesia dapat dirancang secara lebih komprehensif. Criminal Policy tidak hanya berfokus pada penal policy (hukuman pidana), tetapi juga pada pendekatan non-penal yang melibatkan kebijakan kesejahteraan sosial dan kebijakan pertahanan sosial. Mengapa pendekatan non-penal ini penting? Karena tidak semua kejahatan dapat diselesaikan melalui hukuman. Sebaliknya, pencegahan dan rehabilitasi sering kali memberikan hasil yang lebih efektif, terutama dalam menekan angka residivisme.
Mengapa Criminal Policy Harus Mengintegrasikan Pendekatan Penal dan Non-Penal?
Skema Hoefnagels menunjukkan bahwa pendekatan penal dan non-penal harus berjalan beriringan dalam kebijakan kriminal. Mengapa ini penting? Pendekatan penal mencakup formulasi, aplikasi, dan eksekusi hukum pidana, sementara pendekatan non-penal lebih menekankan pada pencegahan melalui kebijakan sosial. Di Indonesia, pendekatan ini menjadi relevan mengingat tingginya angka kejahatan yang disebabkan oleh masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, dan rendahnya akses pendidikan.
Sebagai contoh, dalam kasus kekerasan di ruang publik, pendekatan penal seperti penegakan hukum penting untuk memberikan efek jera. Namun, tanpa pendekatan non-penal seperti edukasi masyarakat, peningkatan kesejahteraan, dan program rehabilitasi, akar permasalahan tidak akan terselesaikan. Mengapa penal policy saja tidak cukup? Karena hukuman pidana sering kali hanya menangani gejala, bukan penyebab utama kejahatan. Pendekatan non-penal diperlukan untuk menciptakan perubahan jangka panjang dalam masyarakat.
Mengapa Teori Hoefnagels Relevan untuk Ruang Publik di Indonesia?
Indonesia menghadapi banyak tantangan dalam mengelola ruang publik, mulai dari kejahatan jalanan hingga korupsi yang terjadi dalam pengelolaan fasilitas umum. Mengapa skema Hoefnagels relevan? Karena ruang publik adalah tempat di mana berbagai dinamika sosial bertemu, sehingga memerlukan kebijakan yang mencakup berbagai aspek, termasuk hukum, sosiologi, dan kebijakan sosial.
Sebagai contoh, kasus pelecehan seksual di transportasi umum menunjukkan bahwa hukum pidana saja tidak cukup untuk menangani masalah ini. Pendekatan non-penal, seperti edukasi tentang kesetaraan gender, peningkatan keamanan di transportasi umum, dan kampanye kesadaran masyarakat, juga diperlukan. Hal ini sejalan dengan pandangan Hoefnagels bahwa kebijakan kriminal harus rasional dan mencakup totalitas respons terhadap kejahatan.
Mengapa Criminal Policy Memerlukan Pendekatan Ilmiah?
Hoefnagels menyatakan bahwa Criminal Policy adalah science of responses dan science of crime prevention. Mengapa pendekatan ilmiah diperlukan? Karena kebijakan kriminal yang efektif harus didasarkan pada data dan analisis yang mendalam, bukan sekadar asumsi atau reaksi emosional. Di Indonesia, penerapan pendekatan ilmiah ini masih menjadi tantangan, terutama dalam hal pengumpulan data yang akurat dan analisis yang komprehensif.
Sebagai contoh, dalam menangani kejahatan di ruang publik, data tentang pola kejahatan, profil pelaku, dan faktor penyebab sangat penting untuk merancang kebijakan yang efektif. Mengapa data ini penting? Karena tanpa data, kebijakan kriminal cenderung bersifat reaktif dan tidak menyelesaikan akar permasalahan. Pendekatan ilmiah juga memungkinkan evaluasi yang lebih objektif terhadap efektivitas kebijakan yang telah diterapkan.
Mengapa Pendekatan Sosial dalam Criminal Policy Penting di Indonesia?