Mohon tunggu...
Andi Zulfikar
Andi Zulfikar Mohon Tunggu... Freelancer - wirausahawan yang sedang usaha bangkit

Nama saya: Andi Zulfikar. peminat sejarah, politik, dan sosial-budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketuhanan dalam Pandangan Soekarno dan Natsir

19 Maret 2024   09:56 Diperbarui: 19 Maret 2024   10:08 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penafsiran Bung Karno atas sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini, mengundang Perdana Menteri Mohammad Natsir pun unjuk bicara. Pada pidato di Konstituante, 13 November 1957, Natsir menyoroti pentingnya wahyu sebagai sumber kepercayaan dan keimanan yang abadi, tidak terpengaruh oleh faktor-faktor temporal seperti perubahan agraria, nomadis, atau industrialisasi. Baginya, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan aspek yang melekat pada keberadaan bangsa Indonesia, tidak terbatas pada periode tertentu dalam sejarah.

Perbedaan pandangan ini mencerminkan perdebatan yang lebih luas tentang peran agama dalam masyarakat modern. Soekarno cenderung melihat evolusi sejarah sebagai proses yang mengarah pada penurunan peran agama seiring dengan perkembangan masyarakat menuju tingkat industrialisasi. Namun, Natsir menolak pandangan tersebut.

Menurut Natsir, Tuhan telah memberikan pada manusia dasar-dasar pokok yang sesuai dengan fitrahnya, yang abadi, dan tidak berubah, yang bisa berlaku di semua tempat dan semua zaman, baik di zaman dahulu kala, maupun di zaman modern.

Jadi, Natsir menambahkan, 'Ketuhanan Yang Maha Esa' sudah menjadi darah daging bagi bangsa Indonesia, terlepas dari masa agraria atau pun masa industri, dan kini informasi. Karena itu, justru sila pertama inilah yang harusnya menjiwai sila-sila lainnya dari Pancasila.

Pandangan Soekarno, lanjut Natsir,  tak ubahnya dengan jawaban seorang sekularis yang mempertanyakan Tuhan yang baginya Ketuhanan adalah soal ciptaan manusia yang berganti-ganti.  

Tampaknya Soekarno melihat perkembangan sejarah bangsa ini secara linear dan evolusioner. Diakui atau tidak, Soekarno banyak dipengaruhi pandangan seorang Hegel (1770 - 1831). Hegel memandang tentang realitas sebagai sebuah proses sejarah yang dapat dipahami lewat kategori penjelasan historis, dimana setiap periode historis lebih hebat ketimbang periode sebelumnya. Jika awalnya manusia hidup dalam masa pengembaraan dan berburu, kemudian bekembang jadi komunitas agraria, maka kini hidup di masa industrialisasi, dan lain-lain. Sehingga pada akhirnya, pada tingkat tertinggi taraf hidupnya, manusia tak lagi membutuhkan Tuhan.

Tafsir sejarah Hegel tidaklah selalu benar. Di beberapa tempat, sebelum masa Industrialisasi, kehidupan masyarakatnya sangat maju. Teknologi mereka tak tertandingi. Segala penghitungan mereka sangat presisi. 

Sebagai bukti, sebut saja di antaranya Piramida besar Cheops di Giza yang volumenya sekitar 2.515.000 meter kubik, memiliki ketinggian 147 meter, dan garis alasnya 230 meter. Struktur ini membutuhkan penggalian dan pemotongan enam juta buah batu, transportasinya, pengumpulannya, dan peletakkannya dengan cara yang menantang berabad-abad mendatang.

Selain itu ada lagi teknologi sipil dan arsitektur masyarakat Iram yang hidup pada masa Nabi Hud. Mereka membangun kota di atas pilar-pilar tinggi nan indah. (Keberadaan kota ini baru ditemukan pada 1992 oleh seorang arkeolog amatir asal Amerika, Nicholas Clapp)

Pun dengan teknologi bendungan yang dimiliki kaum Saba' yang tingginya 16 meter dan lebarnya 60 meter, serta panjang 620 meter. Dam ini menjadi sumber pengairan bagi lahan seluas 9.600 hektar. (Bendungan dan sistem irigasi masyarakat Saba' ditemukan J. Holevy dari Prancis dan Glasser dari Austria). 

Namun dua kelompok masyarakat terakhir beserta bangunan-bangunannya luluh lantak. Mereka adalah masyarakat maju yang mencoba menafikkan keberadaan Tuhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun