Mohon tunggu...
Andi Zulfikar
Andi Zulfikar Mohon Tunggu... Freelancer - wirausahawan yang sedang usaha bangkit

Nama saya: Andi Zulfikar. peminat sejarah, politik, dan sosial-budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sjafruddin Prawiranegara: Presiden yang Terlupakan

18 Maret 2024   09:37 Diperbarui: 18 Maret 2024   09:45 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA : PRESIDEN YANG TERLUPAKAN

Delapan puluh satu tahun lalu dalam kalender hijriah, tepatnya pada 9 Ramadhan 1364 H (17 Agustus 1945), Soekarno dan Mohammad Hatta, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sehari kemudian Undang-Undang Dasar 1945 disahkan. Dengan begitu, maka resmi sudah Indonesia menjadi sebuah negara yang  memiliki wilayah, rakyat, pemerintah, dan konstitusi.

Sepanjang perjalanannya,  negeri yang berjuluk Zamrud Khatulistiwa ini, telah mengalami beberapa pergantian presiden. Namun, coba tanyakan pada warga bangsa ini, siapa saja yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia. Kebanyakan mereka menjawab, di masa pra-reformasi, Indonesia pernah dipimpin  presiden Soekarno, dan Soeharto. Sedang di masa Reformasi, tersebut beberapa presiden, yaitu B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Soesilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.

Lantas kemanakan nama Sjafruddin Prawiranegara? Namanya jarang dikenali atau bahkan tidak pernah disebut-sebut sebagai pemimpin atau Presiden.

Sjafruddin Prawiranegara: Menjaga Eksistensi Negeri

November 1948 Wakil Presiden, Mohammad Hatta, berkunjung ke Bukittingi, ibukota Sumatera. Keberangkatan Hatta disertai sejumlah pejabat sipil dan militer. Mereka adalah Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Lukman Hakim, Rusli Rahim, dan Kolonel Hidajat, serta Letnan Kolonel Akil Prawiradiredja.

Kedatangan Hatta dan rombongan ke Bukittinggi atas undangan Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera (Kompemsus), Mr. Teuku Mohammad Hasan, guna menyelesaikan sengketa di Tapanuli antara Mayor Bejo dan Mayor Malau. Selain itu, kehadiraan Hatta juga untuk menyiapkan Sumatera sebagai pusat pemerintahan jikalau Belanda kembali melakukan agresi militer dan merebut ibukota Yogyakarta. 

Usai menyelesaikan kedua urusannya, Hatta pun balik ke Yogyakarta. Tapi sebelumnya, Hatta meminta Sjafruddin Prawiranegara dan stafnya  tetap tinggal di Bukittinggi untuk menata keuangan di Provinsi Sumatera.

Pernyataan Hatta jadi kenyataan. Tepat pada 19 Desember 1948, Belanda kembali melakukan agresi militer yang kedua kalinya. Belanda menguasai Yogyakarta, serta menahan Presiden Soekarno, dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Keduanya diasingkan ke pulau Bangka. Selain itu, Belanda juga meluluhlantakkan Padang, Bukittingi, dan sekitarnya.

Apakah Indonesia telah berakhir? Tidak. Kabar kejatuhan Yogyakarta ke tangan Belanda diketahui Sjafruddin Prawiranegara.  Menyikapi situasi genting tersebut,  lelaki berdarah Banten kelahiran 28 Februari 1911 ini, bersama kolonel Hidajat, menyambangi rumah Kompemsus, Mr. Teuku Mohammad Hassan, di Jalan Atas Ngarai. Pada pertemuan ini, Sjafruddin menyampaikan pendapat tentang kemungkinan terjadinya kekosongan kekuasaan pemerintahan (vacum of power) yang akan menimbulkan dampak negatif. Karena itu, Sjafruddin menyarankan, perlu segera dibentuk sebuah pemerintahan untuk menyelamatkan negara yang sedang berada dalam keadaan bahaya.

Setelah melewati diskusi yang alot, akhirnya mereka sepakat membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan kabinet sebagai berikut : 

  • Ketua (Presiden) PDRI / Menteri Pertahanan/Penerangan dan Urusan Luar Negeri : Mr. Sjafruddin Prawiranegara (Masyumi)

  • Wakil Ketua (Wakil Presiden) PDRI / Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan / Urusan Dalam Negeri / Agama : Mr. Teuku Mohammad Hasan

  • Menteri Luar Negeri : Mr. Alexander Andries Maramis  (PNI)

  • Menteri Keuangan/Kehakiman : Mr. Lukman Hakim (PNI)

  • Menteri Perburuhan/Sosial/Pembangunan/Pemuda/Keamanan : Mr. Sutan M. Rasjid (Sosialis)

  • Menteri Pekerjaan Umum/Kesehatan : Ir. F. Sitompul

  • Menteri Perhubungan/Kemakmuran : Ir. Indratjaja

  • Sekretaris PDRI : Mardjono Danubroto

Selanjutnya untuk Pulau Jawa dibentuk Komisariat PDRI dibawah pimpinan Dr. Soekiman Wirjosandjojo, Mr. Susanto Tirtoprodjo, I.J. Kasimo, K.H. Masjkur, Supeno, dan Pandji Suroso. Sedangkan Panglima Besar Jenderal Soedirman diamanatkan sebagai Panglima Besar Angkatan Perang PDRI. Kolonel Abdul Haris Nasution dipercaya sebagai Panglima Tentara dan Tertorium (TT) Jawa, Kolonel Hidajat menjadi Komandan TT Sumatera, Kolonel (Laut) M. Nazir diangkat menjadi Panglima Angkatan Laut, dan Kolonel (Udara) Soedjono ditetapkan menjadi Panglima Angkatan Udara.

Susunan Kabinet dan para pejabat militer diumumkan secara luas melalui radio PHB AURI UDO, di Koto Tinggi pada 6 Januari 1949. Sejak itu Koto Tinggi menjadi ibukota PDRI, dan kemudian disebut juga ibukota Perjuangan.

Tak cukup itu,  para tokoh sipil dan militer sepakat melakukan serangan spektakuler yang dikenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949. Dalam serangan ini mereka merebut Yogyakarta dari Belanda selama 6 jam. 

Alhasil, Pendirian PDRI dan Serangan Umum 1 Maret 1949 menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia masih berdiri tegak. Upaya yang dilakukan alumni Recht Hoge School (RHS) ini bersama pimpinan sipil dan militer lainnya mampu menguatkan posisi Republik Indonesia, sekaligus mematahkan klaim Belanda atas penguasaan negara Republik Indonesia.

Usaha ini membuat "mata" dunia Internasional pun melek. Mereka memaksa Belanda ke meja perundingan dengan pihak Indonesia. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem, sedang pihak Belanda diketuai Dr. Frederick van Royen. Perundingan yang dimulai 17 April 1949 dan berakhir pada 7 Mei 1949 menghasilkan sejumlah point penting, di antaranya Belanda harus menghentikan aksi militernya dan membebaskan para tahanan politik. Selain itu, Belanda juga harus menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.

Setelah Soekarno dan Hatta pulang ke Yogyakarta dari pengasingannya di Bangka, maka pemerintah Indonesia pun tegak kembali. Dengan begitu, pada 13 Juli 1949 malam di istana Yogyakarta, Sjafruddin Prawiranegara pun akhirnya menyerahkan mandatnya kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Atas segala perjuangan dalam usaha-usaha menegakkan kemerdekaan Indonesia, dan kebesaran hatinya, Sjafruddin Prawiranegara akhirnya mendapat pengukuhan Pahlawan Nasional pada 2011. Namun sayangnya, nama Sjafruddin seakan hilang dalam catatan sejarah sebagai tokoh yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Sjafruddin menjadi Presiden yang terlupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun