Alhasil, Pendirian PDRI dan Serangan Umum 1 Maret 1949 menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia masih berdiri tegak. Upaya yang dilakukan alumni Recht Hoge School (RHS) ini bersama pimpinan sipil dan militer lainnya mampu menguatkan posisi Republik Indonesia, sekaligus mematahkan klaim Belanda atas penguasaan negara Republik Indonesia.
Usaha ini membuat "mata" dunia Internasional pun melek. Mereka memaksa Belanda ke meja perundingan dengan pihak Indonesia. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem, sedang pihak Belanda diketuai Dr. Frederick van Royen. Perundingan yang dimulai 17 April 1949 dan berakhir pada 7 Mei 1949 menghasilkan sejumlah point penting, di antaranya Belanda harus menghentikan aksi militernya dan membebaskan para tahanan politik. Selain itu, Belanda juga harus menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
Setelah Soekarno dan Hatta pulang ke Yogyakarta dari pengasingannya di Bangka, maka pemerintah Indonesia pun tegak kembali. Dengan begitu, pada 13 Juli 1949 malam di istana Yogyakarta, Sjafruddin Prawiranegara pun akhirnya menyerahkan mandatnya kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Atas segala perjuangan dalam usaha-usaha menegakkan kemerdekaan Indonesia, dan kebesaran hatinya, Sjafruddin Prawiranegara akhirnya mendapat pengukuhan Pahlawan Nasional pada 2011. Namun sayangnya, nama Sjafruddin seakan hilang dalam catatan sejarah sebagai tokoh yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Sjafruddin menjadi Presiden yang terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H