Biaya pembuatan puisi diperoleh dari sumbangan pribadi, perusahaan dan Pemerintah Kota Leiden. Meski demikian Yayasan ini menjaga indepensinya dengan menolak menulis puisi untuk Ratu Belanda ketika Ratu Beatrix mengunjungi Leiden di suatu waktu (Source)
Di antara 107 puisi-puisi tersebut, terdapat 3 puisi mewakili Indonesia. Puisi pertama adalah karya Chairil Anwar (1922-1949) dengan judul AKU.
Puisi ini ditulis pada tanggal 17 Agustus 1995 di sebuah dinding apartemen di jalan Keernstraat 17a untuk memperingati 50 tahun kemerdekaan Indonesia.
Puisi ini ditulis atas usulan Instituut Indonesische Cursussen (IIC) atau lembaga kursus Bahasa Indonesia di Leiden. Puisi AKU ini menggambarkan sebuah perlawanan yang ditulis oleh Chairil Anwar di tahun 1945 melawan pendudukan Jepang dan juga Belanda.
Puisi Indonesia kedua adalah Serat Kalatidha atau dikenal Jaman Edan karya penyair legenda Jawa, Radn Ngabhi Ranggawarsita (1802-1873).
Puisi ini ditulis tahun 1997 di jalan Kraaierstraat dengan abjad Hanacaraka. Puisi Serat Kalatidha ini juga diusulkan oleh Instituut Indonesische Cursussen (IIC) kepada Yayasan Tegen-Beeld dan akhirnya disetujui untuk dijadikan mural menghiasi Kota Leiden.
Puisi ketiga ini berasal dari Bugis dan ditulis dengan abjad Lontara. Puisi anonym ini adalah penggalan dari Elong yang konon dibuat sekitar Abad 19. Puisi ini diusulkan oleh Dr. Roger Tol, kepala perpustakaan KITLV saat itu, dan ditulis pada tanggal 23 Juni 2001 bertepatan dengan peringatan 150 tahun KITLV.Â
Bagi pembaca yang berniat berpelesir ke Leiden, saya menganjurkan untuk meluangkan waktu menziarahi ketiga puisi yang merepresentasikan maha karya sastra Indonesia. Untuk info lebih lengkap mengenai semua mural puisi di Kota Leiden dan lokasinya, silahkan mengunjungi websitenya proyek Muurgedichten
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H