"Iya. Kamu mau beli tidak?"
"Mau," kata saya. "Saya ambil tiga."
"Banyak amat. Lima sekalian aja bagaimana? Saya kasih murah."
"Sebenarnya saya butuh satu kebun sekalian, Kek. Tapi teras rumah saya pasti tidak muat."
"Kalo begitu saya bungkusin ya?"
"Silakan, Kek."
Saya membayar tiga buah tanaman bunga itu. Saya tidak ingin menyakiti hatinya dengan menawar. Di mini market saya membayar tagihan rokok sesuai struk. Lagi pula saya menghargai rentang harga yang Kakek itu pasang pada tanaman bunganya, begitu juga saya, dia memberi kasih kepada saya dengan memberikan harga yang murah serta rela mengikat tanaman bunga-bunga itu untuk saya.
Setelah kesepakan itu selesai, saya langsung pamit pulang. Merasa sudah cukup mendengar hal-hal aneh yang terjadi di sekitar saya.
Di rumah, sebenarnya ibu memiliki banyak sekali tanaman hias yang beliau beli di pasar. Tapi entah kenapa hati saya, dini hari ini, merasa sangat senang ketika membeli tanaman bunga itu dari tangan si Kakek.Â
Saya memang seringkali tidak tahu tentang apa yang hati saya inginkan. Kadang-kadang saya bahkan menarik diri dari lingkungan sekitar dan mengurung diri di dalam kamar.
Sejak kecil ibu saya selalu mengajari anak-anaknya supaya mengucapkan terimakasih. Apa pun keadaannya. Apa pun yang terjadi. Dengan harapan hati kita tidak terbebani rasa bersalah.Â