Saya melanjutkan, "Kalau yang ini namanya apa?" Saya menunjuk tanaman lain di sampingnya.
"Oh, um, yang ini? Ini namanya tanaman, oh, um, apa ya? Namanya susah sekali saya lafalkan. Ada tus-tus-nya begitu. Pokoknya saya lupa. Tapi setahu saya, tanaman ini bagus buat dekorasi rumah."
"Terus tanaman itu ada makna mitos atau filosofinya begitu enggak?"
"Oh," ujar Kakek, terlalu banyak menggunakan kata oh, "Ada. Konon siapa pun yang memiliki tanaman 'tus' ini, kelak akan dilancarkan rejekinya. Dimudahkan segala urusannya dan banyak lagi."
"Masa?" tanya saya tidak percaya. Masa, pikir saya, pura-pura percaya.
"Iya," ujar Kakek itu meyakinkan. "Kamu sudah menikah?"
"Saya sudah punya anak," kata saya berbohong.
"Nah, bagi yang punya anak, nantinya tanaman ini akan membawa lebih banyak keberuntungan pada anak pemiliknya. Â Anak itu akan jadi soleh dan sholehah."
"Masa?" kata saya lagi. "Berarti tanaman ini juga bisa memudahkan jalan pemiliknya masuk ke surga dong, Kek?"
"Oh," Kakek itu menyahut. "Kalo itu mah urusan tuhan sama kamu. Tanaman ini jangan dibawa-bawa." Â
"Begitu ya, Kek?"