Perlajalanan ini akan memakan waktu sekitar lima jam. Kadang-kadang kau merasa perjalanan ini terasa sangat lama, tapi kadang-kadang ia terasa amat singkat. Biasanya kau cuma duduk-duduk saja di kursimu dekat jendela -kau selalu memesan tempat duduk dekat jendela- memandang kaca yang menampilkan pemandangan silih berganti, dan setelah semua rata-rata penumpang jatuh tertidur, kau baru mengajakku bercakap-cakap.
Kaca itu menampilkan tempias wajahmu sendiri yang selama ini kau anggap aku. Kau bercakap-cakap banyak hal. Sementara aku diam. Kau bercakap-cakap dengam pikiranmu, sementara aku diam-diam mencatat perjalananmu. Dan ketika sudah waktunya tiba, aku akan menyadarkanmu. "Sudah sampai."
Lantas aku dapat merasakan tubuhmu mencelus. Kedua pundakmu terikat tas ransel. Kedua kakimu yang menuruni anak tangga curam. Lebih dari itu, aku dapat merasakan kedua lubang hidungmu mencium aroma kerinduan yang tiba-tiba menyakitiku, yang selama ini tinggal di dalam kepalamu. Rasa perih yang meremukkan. Memotong-motong aku menjadi kilatan-kilatan kisah yang membuatku sakit. Yang membuatmu ingin lekas tiba di pemakaman itu. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H