Hanya aku yang bisa buat kamu bahagia.
Itu adalah kalimat yang pernah kuucapkan padamu. Dulu sekali. Lama sekali. Saking lamanya aku bahkan tak ingat kapan dan dimana pernah mengucapkan itu. Kupikir saat itu aku bisa mendengar suara klakson dibunyikan di kejauhan. Aroma rumput kering yang tercium begitu muram. Dan. Dan.Â
Sebelumnya kamu berkata, "Jangan khawatir. Di sampingku masih ada teman-temanku. Mereka mahir menghibur diri sendiri. Menyihir masalah menjadi sesuatu yang mengharukan sekaligus pantas ditertawakan. Sihir mereka pasti akan sampai padaku."
Aku menggaruk ujung hidungku, "Kupikir hanya aku yang bisa bikin kamu ketawa."
Kamu diam beberapa saat. Lalu menoleh padaku beberapa saat seperti ingin mengatakan "Wedus." Namun aku tahu kamu bukan seorang yang suka mengumpat atau mengeluh atau mengumpat sambil mengeluh kepada orang lain. Tapi sebagai gantinya kau tertawa.
Mungkin kau sedang memikirkan sesuatu yang lucu di kepalamu. Kau hanya tak membaginya denganku.
"Jangan khawatir," katamu sekali lagi sambil menepuk pundakku.
****
Jangan khawatir. Jangan khawatir. Jangan... kha... wa... tir. Aku mencontoh kalimatmu.Â
Kalimat itu kuulang-ulang ribuan kali, mengucapkannya sambil berjalan pulang ke rumah.
Lantas aku masuk ke dalam kamarku. Mengambil handuk, pergi ke kamar mandi. Di sana di depan permukaan air ledeng dalam kolam sepitas aku mengucapkan kalimat itu lagi: Jangan khawatir. Kemudian tanganku bergerak mengambil gayung lantas menyiram pangkal kepalaku dengan air dingin.