Kamu tak mengangguk atau pun menggeleng. Dan kita melupakan kejadian itu. Setelah beberapa waktu aku menerima kabar pernikahanmu.
***
Di dalam surau kerap aku tertegun dan berakhir melamun. Memikirkan ‘nasib’ udang di balik batu, di balik kata-katamu. Andai saja aku lebih peka mengenali batu-batu kali tempat udang bersembunyi—dan aku gagal, karena aku adalah petani bukan nelayan pencari udang. Andai saja aku bukanlah anak seorang petani dan berkerja sebagai petani. Andai saja Pak Rama tidak mati oleh kesepiannya. Andai saja merdeka bukan seperti pemerintahan kita; yang berarti kita adalah orang-orang yang dibahagiakan oleh kesedihan orang lain. Atau kita adalah orang-orang yang disedihkan oleh kebahagiaan orang lain.
Mungkin memang aku banyak mengalami kesepian. Sedangkan satu-satunya keramaian dalam hidupku yang bisa aku alami adalah ketika di tengah-tengah riuh rendah anak-anak yang sedang mengaji. Dan aku terus berusaha tersenyum untuk tidak memikirkanmu lagi dan lagi.
__
Mangkok yang Mengepul, 10 Januari. |Â ilustrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H