Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pohon Casuarina dan Meja Wawancara

2 Maret 2015   21:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1425282012219607165

[caption id="attachment_371166" align="aligncenter" width="614" caption="www.azamku.com"][/caption]

-
Entah kenapa, malam ini
ingin sekali kubuatkan puisi untukmu, Karolina

Puisi yang paling tidak seperti,
para penyair puisikan
kebanyakan
; senja yang ranum lambang kesedihan
hujan yang selalu bercerita perihal kenangan.
Atau puisi ada, karena ketiadaan.

Sabtu ini, Karolina
tiga pekan sudah, Ayah di kota
di mana mimpi dan harapan
digantung seperti jemuran

Kemarin,
Jum'at pagi, sebelum timur melepaskan-kurungan matahari.
Ayah sudah dapatkan antrian.
Urutan, tujuh puluh delapan
Antrian yang panjang, bukan?
tak mau buang waktu saat menunggu --percuma melamuni kegagalan
berulang-ulang di tolak perusahaan
Ayah buat puisi ini
meski, baru setengah jadi.

Orang tujuh puluh enam keluar,
melata seperti ular.
Gagal.
Alasannya, katanya, ia hanya lulusan SMA.

Dua puluh menit berlalu,
urutan tujuh puluh tujuh.
Ia keluar dengan mimik muka biasa saja
mungkin, Ia diterima
atau
mungkin, biasa tahu rasanya
ditolak, tanpa alasan.
Entahlah...

Gantian Ayah yang masuk
melangkah penuh degup

Di dalam ruang wawancara
ada seorang perempuan cantik berkulit putih angsa
rambutnya menjontai melambai-lambai,
memanggil namamu,

"Karolina," kata perempuan itu.

Lalu, perempuan itu,
menyuruh Ayah menggambar pohon yang bisa-bicara
Ayah jadi ingat
pahatan nama Ibumu,
yang kamu buat, dengan pisau lipat,
"besok kalau Ibu pulang, pohon ini yang akan bicara pada Ibu. Betapa menyakitnya sekat-sekat yang aku pahat padanya, karena menunggu lama," katamu.

Ayah hanya diam
ikut merasakan.

Ayah gambar pohon Casuarina
tidak mirip, tapi hampir sama
; pohon di depan rumah kita
Di samping pohon itu,
Ayah gambarkan, batu nisan
tempat tinggal kamu sekarang
namamu, Ayah sematkan di sana
di antaranya

proses wawancara selesai
airmata perempuan itu, terberai

Lima jam berlalu,
hasil wawancara diumumkan
Secarik kertas ditulis dan ditempel
di papan
...nama Ayah tidak ada,
nama kamu pun sama.

Ayah gagal masuk perusahaan ini.
Juga membawa kembali, Ibu
Namun, sakit hatimu menunggu
sudah Ayah pahatkan padanya
pada Meja wawancara
Semoga Ia bisa bicara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun