Mohon tunggu...
Andiva Kresna Yudenta
Andiva Kresna Yudenta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Komputer Universitas Budi Luhur Tahun 2024

Saya memiliki ketertarikan tentang kehidupan sosial, teknologi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sawang Sinawang, Makna Filosofis dalam Kehidupan Masyarakat Jawa yang Sering Terjadi di Kehidupan Era Digital

11 Agustus 2024   12:17 Diperbarui: 11 Agustus 2024   12:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(pexels.com/Budgeron Bach) 

Di era digital saat ini memungkinkan setiap orang untuk dapat mengakses dan mencari informasi dari dunia maya. Di dunia maya, semua informasi dapat diakses kapanpun dan dimanapun. Tidak terkecuali informasi tentang kehidupan setiap orang, baik yang berkecukupan ataupun tidak berkecukupan.

Hal ini memungkinkan bagi setiap orang melihat kehidupan mewah dari orang-orang kaya yang menyebabkan timbulnya rasa iri dan dengki bagi sebagian orang yang melihat kehidupan tersebut. Begitupun sebaliknya, orang kaya mungkin saja merasa iri dengan kehidupan seorang petani yang terlihat di gubuk sedang duduk, makan sambil bercengkrama dengan istri dan anak-anaknya.

Bagi kehidupan masyarakat Jawa disebut dengan "sawang sinawang", setiap orang selalu memandang kehidupannya dengan kehidupan orang lain. Membanding-bandingkan kehidupan diri sendiri dengan orang lain. Tidak bersyukur dengan kehidupan nya sendiri. Masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana car akita dapat bersyukur dengan baik dan tidak membanding-bandingkan kehidupan diri sendiri dengan orang lain.

Sawang Sinawang

Sawang Sinawang adalah ungkapan dalam bahasa Jawa yang menggambarkan persepsi subjektif tentang kehidupan seseorang dibandingkan dengan orang lain. Istilah ini berasal dari kata "sawang" yang berarti melihat atau memandang, dan "sinawang" yang berarti yang dilihat atau yang tampak. Sawang sinawang ini bisa berhubungan dengan pribahasa Indonesia rumput tetangga selalu lebih hijau daripada rumput sendiri yang bermakna kehidupan orang lain jauh lebih baik. Pepatah ini berasal dari lagu Amerika yang ditulis oleh Raymond B. Egan dan Richard A. Whiting pada tahun 1924 dengan lagu yang berjudul "Rumput selalu lebih hijau di pekarangan orang lain".

Dalam konteks kehidupan sosial, sawang sinawang menggambarkan pemahaman bahwa apa yang kita lihat tentang kehidupan orang lain mungkin tampak lebih baik atau lebih buruk daripada kehidupan kita sendiri, namun kenyataannya setiap orang memiliki tantangan, kebahagiaan, dan kesulitannya sendiri. Singkatnya, apa yang tampak dari luar tidak selalu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.

Sawang sinawang sering terjadi dalam kehidupan sosial bermasyarakat kita. Dalam dunia digital menjadi tempat untuk membanding-bandingkan diri mereka dengan orang lain, padahal yang terlihat di layar tidak seindah seperti yang ada di dunia nyata.

Bersyukur 

Bersyukur adalah solusi bagi setiap orang yang selalu memandang iri dengan kehidupan orang lain. Dengan bersyukur, kita fokus pada apa yang kita miliki, bukan pada apa yang belum kita miliki atau apa yang dimiliki orang lain. Bersyukur membantu kita melihat nilai dari hal-hal kecil yang sering diabaikan, seperti kesehatan, keluarga, atau kesempatan yang kita miliki setiap hari. 

Saat kita belajar untuk bersyukur, kita tidak hanya mengurangi rasa iri dan dengki, tetapi juga menumbuhkan rasa puas dan tenang dalam hati. Dalam konteks sawang sinawang, bersyukur adalah cara untuk membentengi diri dari godaan untuk membandingkan hidup kita dengan orang lain, yang pada akhirnya membantu kita hidup lebih damai dan bahagia.

Fenomena sawang sinawang ini semakin relevan di era digital di mana kehidupan orang lain begitu mudah diakses dan dipertontonkan. Media sosial sering kali menampilkan versi terbaik dari kehidupan seseorang, sehingga mudah bagi kita untuk terjebak dalam ilusi bahwa kehidupan orang lain lebih baik dari milik kita. 

Namun, dengan mempraktikkan rasa syukur dan menyadari bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik, kita dapat melindungi diri dari perasaan iri yang tidak sehat. 

Kesimpulannya, sawang sinawang adalah cerminan dari ketidakpuasan diri yang bisa diatasi dengan bersyukur, menerima, dan menghargai apa yang kita miliki. Hanya dengan cara ini, kita bisa menemukan ketenangan dan kebahagiaan yang sejati dalam hidup.

Oleh:
Andiva Kresna Yudenta S.Kom.
Mahasiswa Magister Ilmu Komputer, Universitas Budi Luhur Tahun 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun