Ini bukanlah sekedar gimmick politik semata, namun lebih dari itu, ini merupakan sebuah bentuk nyata dari gesture politik dan dukungan moril bagi pemimpin yang tengah berkuasa.Â
Sebenarnya tradisi ini juga pernah dilakukan di Indonesia. Sebut saja ketika SBY kerap mengundang Gusdur dan Habibie bertukar pikiran dalam berbagai kesempatan, juga ketika Presiden Jokowi berdiskusi masalah kebangsaan dengan Habibie, Megawati dan SBY. Saat ini Indonesia tinggal memiliki 2 'living former Presidents', Megawati dan SBY.
Megawati baru saja terpilih kembali secara aklamasi dalam Kongres PDIP 2019. Sebagai Ketua Umum partai yang menang pemilu dan berkuasa, pendapat-pendapat Megawati tentu akan menjadi bias dan sarat akan muatan politis di mata publik. Sehingga sulit bagi Megawati untuk bisa leluasa bicara tentang persoalan kebangsaan yang berada di luar urusan kepartaiannya.
Sementara, menjelang Kongres Partai Demokrat, SBY justru sepertinya sedang bersiap-siap untuk memikirkan persoalan-persoalan kebangsaan dari sisi yang strategis lepas dari day-to-day politics.Â
Ia kerap mengatakan, "Sudah saatnya yang muda tampil di depan, sementara orang tua 'Tut Wuri Handayani', mendukung dan menjaga dari belakang". Ini adalah sinyal positif bagi regenerasi di partai yang digagasnya, Partai Demokrat dan juga bagi bangsa ini.Â
Setelah menjadi Ketua Umum selama lima tahun terakhir, Berkali-kali ia menekankan dalam beberapa pidatonya tentang regenerasi dan kaderisasi dalam tubuh Partai. Melihat tabiat dan tradisi dari seorang SBY dalam bersikap dan membuat keputusan strategis, dia akan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Dia adalah seorang yang well-prepared dan perfeksionis.
Mungkin publik luput melihat tanda-tanda bahwa SBY sebenarnya sudah mempersiapkan lapis kepemimpinan baru di tubuh Partai Demokrat baik di level daerah maupun di level nasional.Â
Survei-survei menunjukkan tokoh muda Partai Demokrat memiliki elektabilitas yang tinggi diantara tokoh-tokoh muda di partai lain. Begitu juga yang terjadi di level daerah, banyak potensi kader Partai Demokrat yang elektabilitasnya cukup untuk menjadi calon kepala daerah.
SBY tidak lagi eksklusif milik partai biru berlambang mercy saja, namun milik seluruh rakyat Indonesia. Dengan tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum Parpol, tentunya akan memberikan keleluasaan dan fleksibilitas bagi SBY untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa, tanpa sekat-sekat kepartaian dan tanpa lagi harus dicap bahwa SBY mewakili parpol tertentu saja. Dengan ini, publik bisa mengharapkan SBY bisa bertransformasi menjadi 'guru bangsa' atau 'the elders' tanpa perlu khawatir ada embel-embel muatan politis.
Terlebih lagi, apabila melihat rekam jejak SBY selama ini, baik dalam 10 tahun memimpin Indonesia, lima tahun berjibaku di level strategis kementerian sebagai Menteri Pertambangan dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pasca era reformasi, Kasospol dan mengawal reformasi pada tubuh TNI membuat SBY menjadi sosok yang sangat pantas untuk dijadikan 'the elders'.Â
Pemikirannya cespleng, cemerlang dan juga very well respected tidak hanya di level nasional, namun juga di level kawasan dan dunia. Kita menyaksikan bagaimana SBY sering didaulat menjadi juru damai dari berbagai persoalan negeri dan dunia. Dengan memiliki latar belakang sebagai pasukan perdamaian PBB di Bosnia-Herzegovina, SBY luwes dan piawai mencari jalan tengah dalam persoalan yang pelik