Dalam seminggu ini sudah beberapa kawan, saudara, kakak dan tante menghubungi saya. Meminta saya bantu carikan kamar rumah sakit untuk merawat ibunya, bapaknya, saudaranya, atau temannya.
Kawan-kawan dan saudara-saudara itu menghubungi saya karena sejak tahun lalu mereka pernah membaca  tulisan-tulisan saya tentang "Ngobrol-ngobrol atau Bincang-bincang Tentang COVID-19 Bersama Dokter Sidharta Salim" yang sempat viral di Kompasiana.
Mereka pikir barangkali saya bisa membantu carikan kamar rumah sakit karena saya mengenal dokter.
Belakangan ini, diberitakan banyak rumah sakit penuh akibat lonjakan angka COVID-19 yang tinggi pasca liburan Lebaran.
Saya pun coba membantu menelpon  beberapa rumah sakit serta menghubungi beberapa kenalan dokter untuk bantu carikan rumah sakit yang bisa merawat ibunya, bapaknya, saudaranya, dan temannya teman yang terpapar COVID-19.
Bahkan, saya memberikan nomor hp dr. Sidharta Salim untuk kawan-kawan dan saudara saya. Agar mereka bisa menghubungi langsung dr. Sidharta. Dan rupanya dokter Sidharta pun memberikan bantuan melayani para pasien COVID-19 itu dan mencarikan tempat untuk dirawat di IGD di rumah sakit.
Tadi pagi nan cerah, pak dokter Sidharta Salim mengirim WA kepada saya. Beliau agaknya gembira karena ada pasien COVID-19 yakni bapak dari temannya kakak saya sudah membaik. Padahal 2 hari lalu saat masuk IGD kondisi pasien sangat buruk.
"Ini berkat pemberian Kineret untuk mengatasi hiperinflamasi dan Actilyse untuk mengatasi trombosis pada pembuluh darah paru akibat hiperkoagulasi.
Dengan tindakan itu, terdapat 5 pasien yang kondisinya sakit berat menjadi membaik. Tetapi, sayang, tidak banyak rekan sejawat yang mau melakukan tindakan medis seperti yang saya lakukan tersebut. Padahal dasar dan literaturnya ada. Sungguh sayang..." Â dokter Sidharta Salim mengawali perbincangan pagi ini.
Seperti biasa, setiap dokter Sidharta menyampaikan sesuatu, saya suka  bertanya. Maklumlah karena saya awam soal kedokteran.
"Kineret itu obat apa, dokter? Bagus juga bisa membuat kondisi pasien membaik.
Lalu, apabila terjadi hiperkoagulasi, apakah tak bisa memberikan heparin lewat inhalasi?" Tanya saya.
Dokter Sidharta membalas, "Kineret berisi Anakinra yaitu Interleukin 1 blocker. Diharapkan lebih mempan dari Toclizumab untuk mengatasi Badai Sitokin (Cytokine Storm). Sedangkan hiperkoagulasi seringkali pemberian heparin saja tidak mencukupi."
Dokter Sidharta menambahkan bahwa beliau sedih melihat pasien COVID-19 diobati dengan cara kurang benar akibat guideline disini masih kuno.
Rupanya, menurut dokter Sidharta guideline penanganan pasien COVID-19 di sini masoh menggunakan yang lama. Padahal WHO sudah mengeluarkan guideline baru bagi para tenaga medis dalam pengobatan pasien COVID-19.
Dokter Sidharta melanjutkan penjelasannya, "Sebetulnya banyak obat yang dinilai gagal dan sekarang yang diterima secara umum hanya Dexametasone. Sedangkan Remdesivir dinilai gagal.
Di Jerman, hanya diberikan 3 hari pertama sakit, plasma convalescence sudah out, digantikan antibodi monoclonal yang juga hanya untuk 3 hari pertama.
Untuk pengobatan Badai Sitokin digunakan Toclizumab + steroid."
"Saya berharap Ada perubahan paradigma. Jangan lagi berikan Azithromycin, Oseltamivir, Isoprinosin untuk mengibati COVID-19. Juga jangan berikan proton pump inhibitor seperti Omeprazole, Lanzoprazole, Pantoprazole. Yang akan memperburuk kondisi pasien COVID-19."
Demikian dokter Sidharta Salim, Sp.PD menjelaskan panjang lebar  perjuangannya selaku seorang dokter dalam  menyelamatkan pasien-pasiennya.
Semoga Badai Pandemik COVID-19 segera lenyap dari muka Bumi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H