Ekonomi global telah terpukul secara signifikan, kemiskinan meningkat, dan pemulihan masih jauh. Pandemi menunjukkan kurangnya kepemimpinan global yang akan mendorong lebih banyak kerja sama antar negara. Langkah tepat yang paling baik untuk mengatasi situasi melalui bantuan mitra tepercaya.
Masa pandemi COVID-19 saat ini juga banyak menghambat berbagai negara dalam mempertahankan kepentingannya, begitupun juga Cina yang menghadapi tantangan baru dalam kelangsungan diplomatiknya. Cina menghadapi banyaknya kritik global mengenai Corona Virus yang awal mula ditemukannya dari salah satu wilayah Cina.
Akibat hal ini, kemudian banyak dari negara-negara besar mengubah perspektif mereka, khususnya Amerika Serikat, untuk melumpuhkan kekuatan Cina. Ditambah dengan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Cina melalui diplomasi koersif ternyata banyak mengalami kegagalan
Para diplomat Cina saat ini saling bekerja sama untuk menjaga reputasi negaranya dengan menerbitkan ulang cerita bahwa COVID-19 diperkenalkan ke Cina oleh negara lain.
Fakta bahwa Cina berani terlibat kedalam pertempuran kritik dan indimidasi dengan negara-negara lain menandakan jika Kementerian Luar Negeri Cina saat ini bersedia bermain keras, meninggalkan status low profile yang selama ini dibentuk oleh politik luar negeri Cina.
Generasi ini dikenal sebagai "Diplomasi Prajurit Serigala," dan yang muncul dan diasosiasikan dibawah kepemimpinan Xi Jin Ping, memperbaiki citra negaranya di seluruh dunia menjadi lebih terlihat dan eksplisit. (Firdaus, 2021)
Diplomasi Koersif Cina mengalami puncak kebangkitan ditengah-tengah kondisi kritis akibat pandemi, terlihat dari menurunnya citra baik Cina yang dipicu oleh beberapa negara.
Presiden Cina, Xi Jin Ping, beserta Menteri Luar Negeri Cina, Zhao Lijian, harus lebih tegas dalam menggunakan kebijakan luar negeri sebagai alat untuk merespon tuntutan serta kritik yang dilayangkan dari negara-negara yang memiliki keterkaitan hubungan dengan Cina atas memburuknya urgensi kesehatan dan belum terkendalinya penanganan siatuasi COVID-19.
Para perwakilan diplomat Cina di berbagai negara, seperti Prancis, Belgia, serta Venezuela melontarkan argumen yang kuat dan kritik tajam pada waktu yang bersamaan.
Bagian dari posisi kebijakan luar negeri Cina yang kuat kini telah menjadi kebijakan dan RRC telah meningkatkan pengaruhnya. Situasi COVID-19, bagaimanapun, merupakan faktor penentu utama bagi diplomat Cina yang menunjukkan minat dalam pembuatan kebijakan, karena “Diplomasi Paksaan” Cina tidak akan pernah terlihat tanpa adanya pemicu yang mengarahkan diplomat Cina untuk melayangkan kebijakan tersebut.
Restorasi diplomasi koersif Cina dapat berimplikasi dalam jangka panjang. Akibat dari pemulihan kekuatan di tengah pandemi, Cina menjadi lebih berkarakter karena para diplomat akhirnya menyadari kekuatan yang mereka miliki dengan instrumen yang dapat mereka jalani, salah satunya yaitu melalui diplomasi koersif.