Wetonan merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Kata "wetonan" dalam bahasa Jawa memiliki arti memperingati hari kelahiran.
Biasanya wetonan pertama akan dilakukan ketika bayi telah berumur 35 hari, pada hari tersebut keluarga dari bayi akan mengadakan upacara nyelapani.
Kata “nyelapani” memiliki bentuk dasar “selapan” yang sama artinya dengan satu bulan dalam perhitungan Jawa (selapan = 35 hari).
Perhitungan tersebut didasarkan pada perhitungan hari dari penanggalan Masehi (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu) dan perhitungan hari dari penanggalan Jawa (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing).
Kombinasi dari dua perhitungan tersebut menghasilkan penyebutan hari yang khas dalam masyarakat Jawa seperti Senin Pon, Selasa Wage, Rabu Kliwon, Kamis Legi, Jumat Pahing, dan seterusnya dimulai dari Pon kembali.
Wetonan dalam masyarakat Jawa berlaku dalam siklus 35 hari sekali. Sebagai contoh jika weton Kawan GNFI adalah jumat pahing maka weton selanjutnya adalah 35 hari kemudian dan akan bertemu pada hari yang sama yaitu jumat pahing.
Latar belakang wetonan didasari oleh kepercayaan masyarakat Jawa untuk menghormati sedulur papat (empat saudara).
Sedulur papat ini terdiri dari: 1) air kawah (air ketuban) yang dianggap sebagai kakak, 2) plasenta (ari-ari) yang dianggap sebagai adik, 3) getih (darah), 4) puser (tali pusar).
Sedulur papat tersebut dihormati karena sebelumnya telah tinggal bersama bayi saat dalam kandungan dan juga ikut mengiringi kelahiran dari sang bayi.
Hubungan yang terjalin antara bayi dan juga sedulur papat disebut dengan sedulur tunggal atau sedulur pribadi.