Mohon tunggu...
Andi Setyo Pambudi
Andi Setyo Pambudi Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati sumberdaya air, lingkungan, kehutanan dan pembangunan daerah

Perencana Pembangunan (Development Planner)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pro-Kontra Kebijakan Subsidi Pemerintah terkait Covid-19

26 Maret 2020   20:57 Diperbarui: 26 Maret 2020   23:14 1587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pencari belerang di Gunung Ijen (Kawah Ijen) di Banyuwangi/Bondowoso. Mereka adalah potret masyarakat yang menggantungkan penghasilannya secara harian. Meminta mereka diam dirumah karena COVID-19, sama dengan mematikan ekonomi mereka. Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi.

Sampai saat ini Indonesia dan dunia masih terus berperang melawan COVID-19 yang telah memakan banyak korban jiwa. Persoalan COVID-19 tidak hanya berhenti pada urusan kesehatan, tetapi menjalar ke memburuknya ekonomi dan daya beli masyarakat. 

Masyarakat seolah berada dalam dilema. Pada satu sisi, mereka diminta menjalankan anjuran negara dengan melakukan pencegahan dengan memakai masker,  mencuci tangan, social distancing dan mengurangi aktivitas berkerumun yang melibatkan banyak orang. 

Di sisi lain, ada kebutuhan ekonomi, tradisi/budaya dan kebutuhan lain yang memaksa mau tidak mau membuka ruang masyarakat untuk tetap beraktivitas yang berlawanan dengan anjuran negara, walau terpaksa.

Untuk dicatat, pandemi COVID-19 tak hanya beresiko terhadap orang-orang mampu yang suka melancong ke luar negeri, tetapi masyarakat miskin juga menjadi salah satu kategori yang paling rentan terdampak. Pemahaman kalangan ini untuk menjaga jarak atau social distancing diklaim masih rendah. Beberapa profesi masyarakat yang mengharuskan keluar rumah menjadi salah satu faktor pendukungnya.

Indonesia adalah salah satu dari 198 negara yang telah terpapar virus COVID-19. Data sampai hari ini (26/3/2020), diseluruh dunia terdapat 473.137 kasus COVID-19. Dari total kasus tersebut, jumlah kematian mencapai 21.336 pasien, sedangkan 114.779 di antaranya telah dinyatakan sembuh. Sementara itu, kenaikan angka kematian akibat COVID-19 terbanyak ada di Italia dengan 683 kematian baru, diikuti Spanyol dengan 656 kematian baru, dan AS, ada penambahan 248 kematian baru. Untuk Indonesia sendiri, secara total terdapat 893 kasus positif COVID-19 dengan 78 orang meninggal dunia.

Pemerintah sangat menyadari resiko ekonomi yang mungkin dihadapi Indonesia dari dampak COVID-19. Bahkan,  dalam video conference usai Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden dengan tema kebijakan fiskal dan moneter untuk penanganan dampak COVID-19 pada tanggal 20 Maret 2020, Menteri Keuangan (Menkeu) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 2,5 persen bahkan sampai 0 persen jika pandemi COVID-19 masih akan berlangsung lebih dari 3 bulan.

Pemerintah terus bekerja keras untuk mengantisipasi hal ini, terutama untuk mengatasi daya beli masyarakat, untuk mengurangi risiko PHK dan mempertahankan produktivitas ekonomi, serta produktivitas masyarakat di seluruh wilayah tanah air. Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan sejumlah kebijakan bantuan ekonomi dan sosial kepada masyarakat dalam rangka menghadapi pandemi virus Corona (COVID-19).

Para penyewa kendaraan wisata untuk hiburan wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Mereka mendapat uang secara harian dari pekerjaannya yang ikut merasakan merosotnya sektor pariwisata di Yogyakarta akibat COVID-19 . Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi.
Para penyewa kendaraan wisata untuk hiburan wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Mereka mendapat uang secara harian dari pekerjaannya yang ikut merasakan merosotnya sektor pariwisata di Yogyakarta akibat COVID-19 . Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi.
Salah satu kebijakan tersebut adalah memperbanyak program padat karya tunai. Presiden menginstruksikan beberapa kementerian mempercepat implementasi program padat karya yang telah dirancang sejak awal tahun dimana salah satunya akan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). 

Kementerian ini  mengalokasikan dana sebesar Rp8,64 triliun untuk program padat karya tunai tahun ini. Angkanya turun 6,08 persen dibandingkan dengan 2019 yang sebesar Rp9,2 triliun. Penekanan instruksi kepala negara lainnya adalah bahwa program padat karya tunai harus tetap mengikuti protokol kesehatan untuk pencegahan penularan COVID-19, seperti dalam bekerja harus menjaga jarak yang aman.

Selain itu, Presiden juga menginstruksikan kementerian, lembaga dan juga pemerintah provinsi, kabupaten dan kota agar selain menangani isu kesehatan masyarakat, juga harus menjamin ketersediaan bahan pokok dan mempertahankan daya beli masyarakat. Hal ini diutamakan untuk masyarakat lapisan bawah, para buruh, pekerja harian, petani, nelayan, dan pelaku UMKM.

Bantuan sosial pemerintah yang akan sangat terasa lainnya adalah terkait tambahan manfaat sembako dengan anggaran yang mencapai Rp 4,56 triliun untuk 6 bulan ke depan. Sementara itu, terdapat tambahan lagi untuk alokasi anggaran yang disediakan di dalam kartu pra kerja kepada masyarakat sebesar Rp 10 triliun. 

Pemerintah akan menalangi pembayaran PPh pasal 21 yang selama ini dibayar sendiri para pekerja. Hal ini dalam rangka memberikan tambahan penghasilan kepada pekerja di industri pengolahan. Alokasi yang diberikan Rp 8,6 triliun. Hal yang menarik adalah ada instruksi yang menjelaskan pemerintah akan menalangi pembayaran PPh pasal 21 yang selama ini dibayar sendiri para pekerja. Hal ini dalam rangka memberikan tambahan penghasilan kepada pekerja di industri pengolahan. Alokasi yang diberikan Rp 8,6 triliun.

Pemerintah memberikan stimulus untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki kredit kepemilikan rumah bersubsidi. Pemerintah memberikan subsidi selisih bunga selama 10 tahun. Jika bunga di atas 5% maka selisih bunganya akan dibayar pemerintah. Pemerintah juga memberikan subsidi bantuan uang muka bagi yang mengambil kredit rumah bersubsidi. Anggaran yang disiapkan adalah sebesar Rp 1,5 triliun.

Persoalannya tidak selesai sesederhana itu, masih ada pro kontra didalamnya. Selain dianggap sudah terlambat, sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa bantuan itu seharusnya tidak hanya untuk masyarakat berpenghasilan rendah. 

Sebagian masyarakat mengusulkan penerapan Universal Basic Income (UBI) atau transfer payment untuk menangani dampak COVID-19 terhadap masyarakat yang terdampak, khususnya masyarakat berusia 20-40 tahun yang mencari nafkah, dengan jumlah nominal Rp 4 juta, tanpa memandang status sosial, pekerjaan, dan posisi keluarga, dan lainnya. 

Sebagian masyarakat lain berpendapat bahwa mekanisme Universal Basic Income (UBI)  pada semua penduduk (tanpa memandang miskin-kaya) bisa menimbulkan kesenjangan ditengah wabah COVID-19 ini, dan itu adalah masalah baru yang tidak perlu.

Sebagian masyarakat berpendapat program pengembangan kapasitas ekonomi seperti pembangunan infrastruktur sebaiknya ditunda dulu. Pemerintah harus fokus menjaga daya beli masyarakat seperti BLT. 

Bantuan BLT khusus disertai beberapa program bantuan sosial yang sudah ada atau berjalan (seperti PKH dan BPNT) diharapkan dapat menopang sektor konsumsi sebagai sektor yang memiliki kontribusi yang sangat signifikan (55-56%) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, tidak kalah banyak juga yang menganggap pengembangan kapasitas ekonomi seperti pembangunan infrastruktur dasar juga mendesak dilakukan. 

Program padat karya tunai pada sektor infrastruktur diharapkan memberi manfaat bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang akan menggerakkan akan menaikkan daya beli masyarakat, serta mengurangi ketimpangan dan kesenjangan pembangunan antar wilayah. Selalu ada yang berbeda pandangan, dan ini wajar mengingat penduduk kita berjumlah sangat besar dengan banyak pemikiran dan ide-ide didalamnya yang berbeda pula.

Pro-kontra selanjutnya adalah terkait faktor “trust” dalam hal eksekusi bantuan-bantuan pemerintah tersebut. Masih banyak yang mempertanyakan mekanisme paling adil, transparan dan tepat sasaran saat pelaksanaannya dilapangan nanti. 

Pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk mendata siapa saja yang layak mendapatkan bantuan ini agar tepat sasaran. Jangan sampai orang-orang yang memiliki kedudukan dan pekerjaan yang cukup juga mendapatkan bantuan tersebut. 

Dibutuhkan kejujuran yang tinggi dari masyarakat juga terkait data ini. Dana yang disiapkan pemerintah terbatas, sehingga perlu dilihat kembali siapa saja yang berhak menerimanya sehingga masih banyak hal yang harus dilakukan dan dipikirkan selain mekanisme tersebut.

Kecurigaan sebagian masyarakat terkait mekanisme dilapangan bukan tanpa alasan. Berkaca pada kasus BLT beberapa tahun lalu, misalnya, seperti  perbuatan sejumlah oknum dalam penyeluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang mementingkan hubungan persaudaraan atau punya relasi dekat daripada warga yang benar-benar tidak mampu.

Beberapa masyarakat menyatakan agar yang paling utama mendapat BLT adalah bagi mereka yang paling terdampak seperti yang terkena PHK, ojol dan taksi online hingga pedagang kaki lima. Pendapat apapun sah-sah saja.

Hal yang perlu digarisbawahi adalah bantuan pemerintah dalam bentuk subsidi dan bantuan sosial lain agar mengaitkannya bukan hanya penurunan kemiskinan, tetapi juga kemampuan untuk menanggulangi COVID-19  ini dengan segera mungkin. Mari kita kawal bersama upaya baik pemerintah ini dengan semangat berbaik sangka, bersama-sama melakukan pengawasan, serta jujur pada diri sendiri untuk implementasi sesuai yang diharapkan.

Bantuan sosial hanya bersifat sementara. Dalam prosesnya, tidak hanya pemerintah dan BUMN, tetapi swasta juga diharapkan ikut melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai bagaimana pencegahan virus corona COVID-19bagi masyarakat miskin. Apabila wabah COVID-19 ini tidak dapat segera teratasi, diprediksi angka kemiskinan Indonesia dapat bertambah cukup signifikan. Untuk itu, kerjasama dan koordinasi semua pihak dalam mengatasi virus ini dinilai menjadi salah satu kuncinya *** (ASP, 2020)

Pekerjaan masyarakat kecil seperti tukang ojek, bentor (becak motor), pedagang kaki lima dan lain-lain adalah salah satu yang paling merasakan dampak ekonomi hantaman penyebaran virus COVID-19. Foto diatas adalah contoh moda transportasi bentor di Gorontalo. Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi.
Pekerjaan masyarakat kecil seperti tukang ojek, bentor (becak motor), pedagang kaki lima dan lain-lain adalah salah satu yang paling merasakan dampak ekonomi hantaman penyebaran virus COVID-19. Foto diatas adalah contoh moda transportasi bentor di Gorontalo. Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun