Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Linguistik Insight Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi

15 September 2024   23:57 Diperbarui: 16 September 2024   02:00 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pidato Jokowi, sumber Metro TV News

Ada hal menarik dari Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi tanggal 16 Agustus di Jakarta kemarin. Pidato tersebut sebagai pidato pamungkas dan juga menjadi wacana baru atas pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) pada tanggal 17 Agustus 2024 sekaligus dirangkaikan dengan perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke 79 tahun  16.  Berbagai perspektif dapat ditelaah dalam pidato tersebut termasuk aspek politik. 

Terdapat banyak istilah baru yang dilontarkan dalam naskah pidato. Ada banyak prestasi disampaikan di dalamnya. Ada pula hal lain yang dapat kita cermati, terlebih dari perspektif bahasa. Sebab gaya bahasa dan karakteristik bahasa pemimpin dapat diamati. Namun dalam momentum kemarin yang sangat dinantikan adalah bagaimana kebijakan seorang pejabat negara memberi penegasan atas apa yang telah dilakukan selama 10 tahun memimpin negara ini. 

Ibaratnya sebuah tulisan 10 bab maka pada bab terakhir adalah bab kesimpulan. Di dalam kesimpulan pun sebaiknya ada semacam kebaruan yang ditunjukkan, apa yang telah dan belum sempat dilakukan, serta harapan apa yang belum sempat terpenuhi.

Dalam pidato tersebut, saya menanti arah kebijakan presiden kita seperti apa? Arah politiknya seperti apa? Seperti apa kontinuitas dari kebijakan tersebut untuk kepemimpinan baru? Demikian halnya kekurangan selama menjabat. Kenapa harus ada closing statement? Karena hal tersebut menyangkut dengan nasib kita bersama. Sebagai sign dan signifier bagi pemimpin berikutnya, dan sebagainya.

Pidato kenegaraan tersebut yang cukup a lot bahwa dapat diinterpretasi dari segi penggunaan bahasanya. Pertama hampir 2,000 kata digunakan atau kurang lebih 11-12 halaman sudah termasuk sampul dan penutup. Jika dibandingkan dengan pidato kenegaraan sebelumnya bahwa pidato kali ini sedikit lebih pendek. Kedua, jika diamati dari segi wacana bahwa pidato tersebut diawali dengan wacana pembuka dengan salam keberagaman agama dan budaya. 

Selanjutnya setelah pembuka bahwa penghormatan kepada wakil presiden, MPR, DPR, Lembaga Negara, mantan presiden dan mantan wakil presiden, hingga penghormatan kepada perwakilan keluarga dari mantan pejabat negara RI seperti istri mendiang Gusdur dan Ibu Karlina Djaja Kusuma. Dapat dikatakan bahwa pada wacana pembuka yakni salam dan penghormatan cukup runut. Wacana isi dan penutup juga disampaikan secara runut dan sistematis.

Dalam wacana selanjutnya bahwa Presiden Jokowi menyampaikan amanat dan tanggungjawabnya sebagai presiden selama 10 tahun yakni 5 tahun bersama Jusuf Kalla dan 5 tahun bersama KH. Ma’ruf Amin. Ia pun langsung pada inti pembahasan yakni prestasinya dalam membangun fondasi pembangunan infrastruktur dengan menunjukkan angka-angka secara kuantitatif, atau yang ia sebut dengan pembangunan Indonesiacentrisme. 

Tak hanya itu Jokowi melanjutkan dengan data kenaikan pertumbukan ekonomi di Indonesia Timur; Papua dan Maluku di atas 6 % dan Maluku Utara 20 %. Demikian keberhasilan dalam kepemimpinannya ditonjolkan dalam bentuk angka-angka. Namun tentunya keberhasilan pembangunan tidak semuanya dapat diukur dengan indeks pembangunan insfrastruktur tetapi ada aspek lain yang mesti diperhatikan seperti minimnya koruptor dari lapisan atas hingg ke bawah, pendidikan, lingkungan, aspek sosial kemasyarakatan dan lain sebagainya.  

Perihal ketiga ada beberapa kata yang sering berulang diucapkan oleh presiden kita tersebut yakni kata “yang” kurang lebih 70-an kali dan kata “saya” kurang lebih 30-an kali. Penggunaan kata yang dalam pidato tersebut dimaknai sebagai kata penghubung dan juga penegas. Amanat dari kata “yang” tentu akan menunjukkan pokok kalimat atau menghubungkan dan menjelaskan. 

Sementara penggunaan kata “saya” bahwa sebagai pronomina “saya” dapat digunakan kata “kita” untuk keterwakilan bebrapa orang/ tim dalam konteks tertentu. Selain itu juga bahwa kata “saya” juga menjadi keberanian atau pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan, diucapkan, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun