Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Sungai

27 Januari 2024   23:12 Diperbarui: 28 Januari 2024   07:52 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak sungai, sumber; DATATEMPO 

"Anak itu kembar buaya. Jangan khawatir. Tenang saja. Jika ia hanyut di sungai itu ada dua kemungkinan. Jika tidak bersama kembar buayanya di dasar sungai yang dalam itu, bisa saja ia hanyut bersama sapi-sapi hingga ke muara. Dari terawang aku sedari tadi anak itu sehat walafiat. Terlihat dari cahaya lilin yang tak redup atau mati".

Lilin masih menyala dalam kelambu putih dilindungi papan kayu yang melingkar di kamar dukun itu. Angin tetap dibiarkan masuk hingga memenuhi ruangan itu. Terkecuali lilin, ia terlindungi dengan baik. Jika ia pun mati bukan karena angin tapi ada sesuatu yang terjadi pada Lawu. Demikian petunjuk dukun itu dengan yakin.

Ibu Lawu tampak tenang usai mendengar penjelasan dukun itu. Ayam yang dibawa ke rumah dukun itu memang ayam hitam, serba hitam. Dari bulu, kaki, taji tai, hingga kepala memang hitam. Meski tidak hitam pekat terapi masuk kategori ayam hita. Konon ayam jantan milik si La Bajo itu memang ayam jago. Tapi ia harus kalah di tangan si dukun itu.

Sementara di beranda rumah, nampak dari kejauhan seorang ibu-ibu memeluk laki-laki berambut gondrong. Sepertinya sepasang suami istri. Mereka berdua sedang menangis di atas sajadah. Selepas shalat asar mereka lanjutkan doa bersama di beranda rumah atas keselamatan si Sumanga yang sedari tadi belum ada kabar dari tim penyelam karang di lautan. Sebut mereka orang Bajo atau Bajau yang hidupnya hanya di laut. 

Orang bajau itu sedang menyelam di muara sungai Belanga yang dalam itu. Mereka tidak takut banjir, buaya, dan kedalaman air. Hidup mereka memang di air, itulah disebut sebagai orang bajau. Rumah mereka di desa Ujung Belanga. Tak ada petani atau pegawai di sana. Semuanya nelayan dan penyelam di lautan pencari teripang. Penyelam itu seperti pencari Abalon di Drama Korea. 

Sengaja orang-orang Bajau dipanggil untuk menyelam di sungai Belanga dekat muara menuju laut Ujung Belanga. Mereka dibayar oleh ibu Sumanga, Muliati. Ia lebih percaya orang Bajau dibandingkan dukun , orang kepercayaan ibu Lawu. Tak ada debat di antara mereka. Keduanya mencari jalan terbaik mencari anak-anaknya yang setiap harinya memang berenang di sungai. 

Baru kali ini dikalahkan oleh arus sungai. Entah keduanya takabur, faktor cuaca ekstrim ataukah faktor X alias mistik. Sungai Belanga memang setiap tahunnya memakan korban. Baik itu manusia ataupun hewan. Olehnya itu ibu Lawu sering mengadakan ritual mappano risalo. Dengan tujuan memberi makan hewan atau mahluk di sungai alias penghuni sungai. Memang Dewa menciptakan segala sesuatu bersama dengan penjaganya termasuk  sungai dan mahluk di dalamnya baik itu nyata atau mistis.

Lilin si dukun itu mati tiba-tiba. Segeralah datang utusan dukun ke rumah Lawu dan menyusul ibunya Lawu ke sungai. Demikian orang-orang Bajau yang sedari tadi menyelam kini sudah naik satu persatu tanpa menemukan tanda-tanda sedikit pun tentang Sumanga. 

"Lilin pak dukun mati" seru utusan dukun ke ibunya Lawu.

"Tak ada jejak di dasar sungai ini, pastinya tidak ada satupun tanda orang hanyut dan tenggelam sampai di sini", petunjuk ketua penyelam ke ibu Sumanga dengan nada sopan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun