“Anak kita tidak boleh jadi anak emas, kita harus mulai menasehati anak itu! Balas La Baco”
“Aku ingat pesan ayahku Daeng, dia bilang begini ke kami saat masih kecil; kencingi kuburanku jika engkau bisa kaya raya tanpa bangun pagi secara rutin”.
La Baco terdiam. Ia merasa tersentuh, sebab sudah dua puluh tahun pernikahannya namun keadaan keluarganya begitu-begitu saja.
Memang cahaya mentari tidak boleh masuk di bilik kamar tanpa dipersilahkan. Pintu dan jendela harus terbuka duluan. Semakin banyak cahaya yang masuk dan semakin banyak kupu-kupu yang beterbangan di halaman hingga di beranda rumah maka rezeki akan terus mengalir.
Sumanga tiba-tiba meloncat dari bilik kamar.
“Hore! Aku lulus kuliah!”
“Mimpi apa kamu? Tanya La Baco kepada anaknya”.
“Aku baru saja dapat pesan kalau aku diterima kuliah di Kota”
“Jangan-jangan ini hanya akalan kamu! Ini pasti karangan kamu semata agar tidak ke sawah, tidak memanjat kelapa lagi! Seru La Baco”
“Tidak ayah! Aku dinyatakan lulus bersyarat di jurusan Sastra Daerah”
“Kamu mau jadi apa setelah lulus? Kamu tidak bisa jadi Pegawai! Kamu tidak bisa menikah nanti! Kalau begitu cukup kamu nongkrong bersama buku-buku kakekmu di kamar. Lihat tetangga kita! Anak-anak mereka sudah kawin-mawin, uang panaik mereka ratusan juta, masa kamu mau kalah nanti!”