Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Makassar Artikel Utama

Para Petani Tetap Menjalankan Rutinitas di Tengah Ramainya Wisman

26 Desember 2023   20:58 Diperbarui: 1 Januari 2024   16:37 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musim penghujan adalah musim yang dinanti para petani padi. Terlihat para petani yang ada di area kawasan Wisata Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung Maros-Pangkep tetap beraktivitas seperti biasanya. Sementara wisatawan baik lokal, nasional dan wisatawan mancanegara juga tetap melakukan aktivitas wisatanya di daerah tersebut. 

Sedianya aktivitas pertanian tetap harus sejalan dengan kegiatan kepariwisataan. Namun persepsi sebagian orang-orang berbeda-beda. Bahkan dianggapan mereka bahwa wisata atau kepariwisataan adalah kunjungan ke suatu tempat yang dianggap hitz, populer, ada situs, taman, atau ada titik tertentu yang dikelola baik masyarakat umum maupun pemerintah. 

Seperti di beberapa wilayah di Indonesia atau di luar negeri misalnya, sawah yang indah, bertani dengan manual, pemandangan padi yang menghijau, panen yang meriah adalah sebuah wisata bagi sekolompok orang yang berkunjung ke tempat tersebut. 

Sebut misalnya orang luar negeri yang jarang mendapatkan musim hujan atau terik seperti di Indonesia, tentu akan penasaran dengan proses tersebut. 

Aktivitas masyarakat akan diabadikan, momen bertani, panen atau cerita-cerita tentang pertanian klasik dan modern akan menjadi pelajaran berharga bagi yang belum paham.

Sebut salah satu daerah di Kabupaten Toraja dan di Toraja Utara bahwa masih kita jumpai masyarakat di sana memperlakukan tanah, dan tanaman sebagai sesuatu yang berharga. Sehingga pertanian pun dilakukan secara manual. 

Hal tersebut menjadi pemandangan unik jika kita berkunjung ke sana saat musim tanam dan musim panen tiba. Hanya saja jika bagi kelompok petani dengan penghasilan bersumber dari pertanian semata, dengan berburu air, berburu musim, maka hal tersebut sangat sulit baginya untuk konsisten mempertahankan pertanian tradisional. 

Berbeda dengan situasi di pegunungan dengan lahan sempit, petak sawah yang bertingkat-tingkat maka hal ini bisa dilakukan jika dibantu dengan irigasi yang aman.

Situasi pertanian di Kabupaten Maros dan Pangkep khususnya di daerah lokasi Geopark Maros Pangkep merupakan situasi yang lazim dijumpai oleh siapa saja yang berkunjung ke sana. Sebab mayoritas masyarakat di dua kabupaten tersebut adalah petani. Terlebih area yang sangat berdekatan dengan taman wisata alam Bantimurung-Bulusaraung serta taman geopark seperti bukit karst adalah lokasi yang tidak terpisahkan dengan area pertanian.

Perpaduan bebatuan karst baik di bukit maupun di area pertanian menambah eksotis daerah tersebut. Dari arah selatan Bantimurung ke Utara melewati taman pra sejarah Leang-Leang nampak sawah-sawah nan indah. Di tengah sawah terdapat bebatuan yang indah pula seakan tumbuh bersama padi.

Aktivitas petani menambah daya tarik di pagi hari dan di sore hari. Terlebih kesejukan bukit, gunung, hutan, gua-gua, dan persawahan menyejukkan dan meneduhkan mata. 

Pemandangan indah tersebut dapat terlihat di musim tanam padi seperti saat ini di bulan Desember. Hanya saja, pemerintah setempat dan pengelola pariwisata tidak pernah mengaitkan kedua hal tersebut. Wisata adalah titik kumpul, sementara perjalanan ke lokasi tujuan titik kumpul yang dimaksud juga bagian dari wisata. 

Di arah utara Bantimurung misalnya di area hutan batu karst Rammang-Rammang, yang membuat kelihatan hidup daerah tersebut karena adanya aktivitas petani, ke utara lagi di taman prasejarah Purbakala Balocci Pangkep juga demikian, ke timur sedikit ke gunung Bulusaraung akan nampak aktivitas petani, baik dari atas puncak gunung maupun sepanjang perjalanan pendakian akan tampak aktivitas pertanian yang menambah eksotisme kedua daerah tersebut.

Apa yang keliru dari narasi di atas, tidak lebih atas minimnya partisipasi masyarakat petani atas aktivitas kepariwisataan. Padahal mereka lahir di tempat tersebut sebagai petani, hanya kehidupan moderenlah yang mengklaim wilayah mereka sebagai taman nasional, hutan lindung atau atas kepentingan perlindungan tempat dan taman bersejarah sehingga daerah tempat mereka hidup dan berkembang sehingga disebut sebagai daerah taman wisata. 

Lalu kenapa mereka tidak dilibatkan, kenapa masyarakat tidak ikut mendukung?

Ada dua sisi yang berbeda dan ada penafsiran yang keliru serta kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam bidang pemberdayaan masyarakat daerah taman wisata, seperti pada dua kabupaten yang dimaksud.

Di musim hujan seperti ini, ada beberapa kreativitas yang dapat menjadi obyek wisata alternatif yang dikelola oleh petani. Misalnya persawahan, empangan sawah, rumah-rumah sawah, pemancingan serta kreativitas lainnya yang bisa menunjang aktivitas pariwisata di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. 

Sehingga pihak terkait mesti memikirkan hal tersebut dan melibatkan kelompok petani, kelompok pemuda tani, pemandu wisata serta elemen lain yang dapat menyukseskan kepariwisataan yang berkearifan lokal dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Makassar Selengkapnya
Lihat Makassar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun