Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebelum Ia ke Kota

16 Desember 2023   13:13 Diperbarui: 16 Desember 2023   16:11 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
air terjun bantimurung, dokumentasi penulis

Orang-orang desa Belanga Lama selalu melakukan ritual sesembahan kepada alam khususnya kepada air terjun. Mereka menamainya dengan mappano risalo, yakni sebuah ritual dan doa kepada pemilik air, kepada malaikat air, kepada Ilere sang nabi air kepada bumi, kepada pohon yang telah menyimpan air bertahun-tahun, kepada batu yang telah memeluk air dan pohon, kepada air itu sendiri serta kepada mahluk halus penghuni air tersebut. Mappano risalo dilakukan dengan berbagai bahan ritual serta pabbaca (orang agamawan dari masyarakat adat suku terasing). Bahan-bahannya seperti beras cucubanna yakni beras tujuh warna di atas daun muda lalu dilepas di atas air hingga tenggelam dan seakan ditelan pemilik air. Mappano risalo dilakukan oleh ahli sebab ada ritual tersendiri, ada doa dan harus orang yang dituakan. Orang-orang Belanga Lama yang punya hajat pun harus menyiapkan bahan dan makanan. Baik untuk dipersembahkan ke alam maupun untuk dimakan bersama setelah ritual dilakukan. Makanan dan bahannya pun beragam seperti kelapa muda, nasi putih atau beras ketan, ayam masak, telur rebus dan sebagainya berdasarkan kemampuan yang punya hajat. Bahkan untuk orang-orang suku di Belanga Lama terkadang menyiapkan dinar atau koin lama lalu dilempar ke dalam air.

Lain di sungai, lain pula ritual di gunung atau di hutan dan di pohon. Jika di tempat tinggi, orang-orang Belanga Lama menamainya Mappaenre. Mappaenre ini adalah ritual yang sama dengan mappano risalo. Hanya saja lokasi yang berbeda serta malaikat pohon, gunung dan air tentu berbeda sehingga penamaannya pun berbeda. Itulah orang-orang Belanga Lama tak pernah berani menebang pohon, membakar kayu di tengah hutan, atau memecahkan batu-batu gunung untuk rumah batu. Mereka tahu bahwa air mata air, yang kini jadi air terjun Belanga Lama adalah atas kerjasama pohon, batu, dan tanah.

Orang-Orang Kota Belanga Baru, kini telah dimanjakan dengan suasana kota yang indah dan megah. Mereka hidup serba ada dan berpunya. Mereka tak peduli lagi ritual mappano risalo ataupun mappaenre. Semestinya mereka sesekali ikut mappano risalo bersama orang-orang desa Belanga Lama sebab di sana terlihat sakral. Air begitu dimanja dan didewakan. Jangankan ritual, mereka tak ingin diganggu atas embel-embel dalam meminum air, saat mandi, mencuci, apalagi bersuci.

Orang-orang kota tak pernah ingin tahu atas situasi kota. Banjir sedikit di dalam pekarangan mereka, pasti yang salah adalah pengemban atau pemerintah yang dipilih oleh pengemban tersebut. Orang-orang Kota Belanga Baru pasti jijik dengan sesajen dan ritual alam pada orang-orang Kampung Belanga Lama.

Suara air terus terdengar di dalam bak mandi, di dapur, dan di garasi. Orang-orang kota tanpa peduli darimana saja air itu datang. Mereka meminum air terjun itu tanpa rasa ingin tahu asalnya. Mereka bahkan menggunakan air terjun dari Kampung Belanga Lama itu tanpa ingin tahu sumber kesucian air. Air yang dicuci bersih akar-akar pohon, air yang dicuci bersih oleh bebatuan, dan binatang-binatang di hutan, sebelum ia ke kota.

Penulis

Andi Samsu Rijal, atau as rijal. Ia dapat dijumpai di media sosial @as.rijal_. Penulis senang dengan buku-buku, dan bunga-bunga. Penulis saat ini sedang bermukin di sebuah desa di Maros, Sulawesi Selatan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun