Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan November bagi Roro dan Nyai

28 November 2023   15:08 Diperbarui: 29 November 2023   22:02 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah ke 153 hari hujan tak turun di Belanga. Semua tanaman merasa kekeringan. Suhu udara semakin gerah dan cuaca semakin panas siang dan malam. Sumur-sumur dan mata air mulai kekeringan. Orang-orang di Belanga mulai kebingunan mencari sumber air untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

Memang di kampung Belanga sering terjadi kemarau panjang setidaknya sekali lima tahun. 

"Tidakkah kamu ingat Nyai di tahun 2019, kata Roro pelan". 

"Tentu tidak, saya belum lahir saat itu, balas Roro". 

"Aku pernah mendengar seseorang yang pernah datang di kediaman kita berkata demikian".

Mendung di langit seakan membuat hujan tumpah secara bersamaan. Petir-petir membuat Roro dan Nyai ketar-ketir. Mereka mencari tempat sembunyi dan aman dari gemuruh itu. Dari arah barat, terlihat gelap. Tak ada matahari hari ini. Apakah ini doa-doa tuan kita yang telah dikabulkan. Kasihan mereka sudah hidup berpindah-pindah lantaran tidak ada air. 

Listrik padam berhari-hari, air sumur, air selokan, air sungai, air mata air semua kekeringan. Terlihat air mata tuan kita tiap hari keluar petanda kesedihan di hati mereka. 

Roro tampak tenang di bawah kursi empuk. Sementara Nyai seakan kegirangan menunggu hujan. Hujan kali ini adalah hujan pertama dalam hidupnya. Ia memang lahir belum setahun tapi langsung kelihatan dewasa di antara anak-anak Roro lainnya.

"Nyai! sini kamu. Hujannya sangat deras. Nenek moyang kita dulu melarang kena hujan pertama di awal musim penghujan. Di situ banyak penyakit. Semua debu-debu, kotoran-kotoran dari diangkat ke langit lalu ditumpahkan ke bumi". 

"Kamu boleh main hujan setelah beberapa menit airnya turun, aku juga rindu dengan hujan, tahu tidak hujanlah mempertemukanku dengan bapakmu, ia terlihat tampan saat memakan cacing tanah lepas penghujan".

Ayo Nyai, hujannya sudah berlangsung beberapa menit. Ajak Roro ke Nyai untuk bermandi hujan. 

Tampak mereka senang bermain hujan tanpa ada beban. Hujan kali ini penghapus duka dan pengobat rindu. Sebentar lagi tuan senang lantaran hujan sudah turun. Tetapi biasanya hujan pertama justru menyerap ke tanah, bahkan mengisap sisa air yang di bawah tanah sana., katanya Roro sembari mematok cacing tanah yang juga kegirangan atas hujan November ini.

Terlihat tuan mereka berkemas. Mereka sedang berembuk, entah apa hasil dari rembuka itu. 

Hujan pertama di bulan November ini jadi tanda tanya bagi Roro dan Nyai. Di saat ia sedang menikmati hujan, di saat itu pula harus murung. 

Sore ini, Nyai dan Roro harus berpisah. Nyai ke rumah perumahan sementara Roro harus ke kampung halaman. Perpisahan kali ini sungguh menyakitkan namun sesuatu yang harus diterima keduanya. 

Air di perumahan tuannya sudah ada. Salah satunya harus ikut ke tuannya. Keduanya tidak bisa dibawa lantaran kompleks perumahan terbatas. Bahkan rumah perumahan terkadang harus bersih, nyaman dan asri. Sementara kehadiran Nyai dan Roro akan menambah riuh. Sebab keduanya semakin dewasa dan semakin disenangi para jantan. Lambat laun mereka akan beranak pinang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun