Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sahabat Lama di Pelamunan

14 Agustus 2023   10:50 Diperbarui: 12 November 2023   21:58 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gun adalah salah seorang mahasiswa yang sangat tertarik bersahabat denganku. Entah apa yang menarik dariku. Aku hanya orang tua pelamun. Bergelas-gelas kopi aku habiskan sebelum bayangan tubuhku murung ke timur. Berbatang-batang rokok aku hisap sembari terbuai dalam lamunan.

Lamunanku pagi ini tentang masa kecilku. Aku melihat diriku menjual es lilin rasa jahe dan gula merah. Tiap hari es lilin aku jajakan ke tiap kelas. Hingga pada suatu siang sejam sebelum lonceng dibunyikan pak Parman. Aku dikeroyok oleh Rinto sekawan. Bajuku sobek, es lilinku mencair, sepatuku terlepas soalnya, mukaku bonyok, mataku bengkak. Entah kenapa pula aku dikeroyok. Aku berteriak kencang. Lalu si Gun datang mengetuk bahuku. 

"Bapak, bangun! Bayangan bapak sudah kelihatan ke Timur, waktu melamun selesai, besok lagi aku temani".

Oh ya Gun, terima kasih, kamu boleh pergi.

"Bapak tadi kenapa? Lamunan kali ini berbeda dari hari-hari sebelumnya, kenapa pak?"

Di bawah pohon kersen itu, saat rokok dan kopi habis, aku melanjutkan lamunanku. Sebentar saja kataku sembari memakan buah kersen yang tersisa dari isapan burung-burung. Aku penasaran bujukku dalam hati. Sebentar saja kataku kepada diriku sendiri.

**

Warung kopi pak Udin belum terbuka, para pelamun sudah berkumpul mencari posisi yang tepat untuk melanjutkan lamunannya. Mereka sudah mencatat di kepala, tentang kopi apa yang akan dipesan, rokok apa dan berapa jumlah batangnya. Para pelamun itu juga sudah mencatat di kepala mereka, sudah berapa gelas kopi dan sudah berapa batang rokok yang diutang di warung itu. Untung saja pemilik warung begitu bersahaja. Suami istri sudah sepakat jika kita tidak memperbolehkan mereka mengutang maka kita tidak dapat pelanggan. Rata-rata pelamun itu berasal dari daerah yang berbeda, kita tidak tahu apakah mereka orang kaya atau miskin. Tetapi dilihat dari aktivitas belanjanya sepertinya mereka orang miskin tapi dari aktivitas lamunannya sepertinya mereka akan memiliki sesuatu yang lebih nantinya. Mereka bisa bermanfaat bagi masa depan kita. Jangan sampai ada yang jadi pejabat nantinya dari mereka, ada yang jadi penulis bisa berkisah tentang hubungan kita dan warung kita. Ada pula yang akan jadi sutradara film jangan sampai dalam lamunannya nanti mereka terfikir untuk buat film tentang warung kopi kita.

Segelas coffeemix hangat beserta tiga batang rokok Surya diantar oleh Rani anak sulung pa Udink. Beberapa gelas kopi lainnya beserta berbatang-batang rokok diantar ke meja-meja para pelamun lainnya. Ia mengantarnya sambil marah-marah. Ia tak pernah lupa menulis nama, program studi, semester, alamat rumah di kota M, alamat di kampung halaman dan juga nama serta nomor telpon pacar masing-masing. Di pembukuan itu adalah mimpi para pelamun agar ada seseorang yang menculiknya dan setelah sukses baru dibayar berkali-kali lipat.

Pelan-pelan ngomelnya Ran! Aku baru mau mencari ide lamunan pagi ini, kau mengagetkan saja dengan suara dan catatanmu itu. Kau bergegas saja pergi kuliah sana, jangan pedulikan pelamun ini.

Ia beranjak sembari membalas omelanku.

Tak lama berselang Gun datang menghampiri, ia tetap membawa buku Bumi Manusia. Sepertinya buku itu lebih berarti ia baca untuk memahami kenapa para pelamun itu selalu setia pada waktu.

Sepertinya si Gun masih penasaran dengan Minke. Ia tak habis pikir Minke bisa melakoni perannya yang diperintahkan Pram. 

Setiap hari demikian adanya di sekitar warung kopi pak Udin. Pelanggannya hanya para pelamun-pelamun sial itu kata Rani anak pa Udin.

Namun tidak bagiku, bagi si Gun sahabat pelamunku, dan sahabat lainnya. Mereka menghabiskan berbatang-batang rokok dan ber gelas-gelas coffeemix tiap hari memikirkan nasib-nasib para tokoh dalam buku yang pernah ia baca.

Aku pun demikian memikirkan nasib diriku dalam cerita yang pernah aku tulis. Kenapa aku dikeroyok saat masih SD. Bisa-bisanya guru-guru membiarkan hal ini terjadi. Kenapa ayah dan saudaraku tidak mencabut badiknya untuk siri' (situasi yang dianggap menurunkan martabat keluarga) itu. 

***

Hari ini si Gun memimpin sidang atas pembebasan lahan rencana pembangunan perkeretaapian di kota M. Rupanya setelah berpuluh-puluh tahun di kampung halamannya di pulau K ia kembali ke kota M. Nasibnya kini berbeda di kota M saat ini dan saat masih jadi pelamun. Ia kini memimpin sidang menentukan nasib orang-orang. Kini ia berhadapan dengan tokoh-tokoh di dunia nyata, bukan lagi hanya dalam fiksi. Untung saja tokoh Minke atas perintah Pram ia berhasil pecahkan. Kini nasib Rani yang menjaga warung pelamun itu, warung itu hanya warisannya yang tersisa. Kini ia harus bagaimana rumah beserta lokasi pelamun akan tergusur. 

Para pelamun yang lainnya berdatangan mengunjungi warung pelamun di kota M itu. Beberapa di antaranya datang melunasi utangnya 20 tahun lalu, sementara yang lain sudah merasa sukses kini tawar menawar dengan Rani termasuk si Gun dan Aku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun