Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadilah Pelestari

12 Maret 2023   20:02 Diperbarui: 12 Maret 2023   20:16 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang perayaan hari bumi sedunia 22 April 2023 dan hari lingkungan hidup seduni tanggal 6 Juni 2023 mendatang, beberapa kelompok masyarakat mengadakan even bertajuk selamatkan bumi dan pelestarian lingkungan. 

Kelompok masyarakat tersebut beberapa di antaranya diprakarsai oleh pemerintah itu sendiri baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dari perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan baik BUMN maupun swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam bidang pemberdayaan dan lingkungan, serta dari kalangan kelompok pencinta alam. 

Even-even tersebut tentu berangkat dari keresahan atas permasalahan iklim (climate change) yang tidak menentu, permasalahan pemanasan global, hingga permasalahan lingkungan sekitar.

Kegiatan tersebut tentu merupakan murni lahir atas gagasan dan perhatian beberapa kelompok masyarakat untuk melihat bagaiaman bumi ini sehat dan bagaimana lingkungan terawat dengan baik. Dengan upaya tersebut yang dilakukan tentu akan berdampak kepada bumi dan lingkungan baik sifatnya holistik maupun yang lebih praktis. 

Sebagaimana ketika kita menanam pohon mangga misalnya kelak kita bisa berteduh di bawahnya dan beberapa tahun kemudian ketika berbuah kita bisa memakan buahnya. Demikian jika bumi ini sehat tentu kita bisa meminimalisir berbagai bencana serius yang menghantui umat manusia. Terlebih jika lingkungan sekitar sehat maka kita bisa bernafas dengan baik hingga tubuh kita sehat, pikiran sehat, dan pekerjaan kita lebih produktif. 

Menjaga bumi dan melestarikan tentu tidak hanya dalam bentuk-bentuk dialogis akademis seperti seminar, FGD, dan kuliah umum terkait lingkungan hidup. Namun adanya dialog akademis akan menjadi  langkah awal bagi para penggiat lingkungan dan pencinta alam. 

Dalam forum-forum akademis terdapat transformasi pengetahuan dari pakar, pengalaman dari praktisi lingkungan, dan juga pengalaman masyarakat sebagai individu yang merasakan dampak kerusakan lingkungan hidup. Sehingga forum-forum tersebut akan menjadi edukasi bagi peserta dan masyarakat luas bila yang apa yang disampaikan ditayangkan dan dirilis secara online. 

Kita tidak pernah sadar bahwa sebagai individu yang hidup di era saat ini bisa saja kita merupakan bagian dari perusak lingkungan. Dalam keseharian kita mulai dari makan, minum, mandi dan lain sebagainya pada dasarnya tidak terlepas dari aktivitas nyampah. 

Sebut salah satu contohnya ketika kita membiasakan diri mengkonsumsi makanan kemasan akan menambah produksi kemasan plastik. Selanjutnya ketika kita mandi dengan keramas menggunakan shampo juga turut menyumbang produksi kemasan sampo. 

Ketika muslim misalnya pada saat wudhu di masjid paling tidak menggunakan dua liter air. Volume air yang digunakan bila dijumlah dengan orang-orang yang menggunakan dan kuantitas masjid di Indonesia (kurang lebih 5 ribuan) apakah tidak menambah produksi sumber air. 

Semua aktivitas dan rutinitas kita adalah keharusan menggunakan barang-barang kemasan, dan juga sumber daya alam seperti contoh air tadi. Tetapi yang lebih penting dari aktivitas kita tersebut adalah ada upaya edukasi lebih dini kepada generasi dan kepada banyak orang agar kita dapat meminimalisir penggunaan barang-barang yang berpotensi jadi sampah plastik. 

Sungguh menarik jika setiap dai atau ustadz di setiap masjid atau melalui berbagai chanel mengkampanyekan untuk menanam pohon sebagai sumber air dan mengkampanyekan untuk meminimalisir aktivitas nyampah plastik. 

Di Indonesia terdapat banyak suku dan agama, sungguh menarik juga jika kampanye lingkungan dan penanaman pohon dilakukan oleh masing-masing pemuka suku dan agama. Saat ini kita tidak kekurangan tokoh publik dan influencer, bila mereka mereka bekerja secara gigih mengkampanyekan hal-hal positif terkait menjaga bumi dan melestarikan alam sedikit demi sedikit masyarakat Indonesia bisa teredukasi.

Belum lagi berbicara soal perusakan alam yang lebih makro yang dilakukan oleh kelompok raksasa juga. Pembangunan gedung tanpa memperdulikan tata ruang, kompleks perumahan tanpa lahan hijau, laut dan pantai yang sedianya tempat ombak menari nari kini di kota Makassar sendiri kita temui tak ada Losari lagi di sana. 

Anging mammiri tidak lagi bebas bergerak di mana mana, ia terhimpit oleh gedung-gedung. Belum lagi ke hutan, ke gunung, hewan beserta habitatnya. Persoalan iklim yang tak menentu. 

Persoalan banjir yang jadi bulan bulanan baglan tahun mahun. Tak ada yang bisa disalahkan selain duduk bersama membicarakan posisi kita sebagai mahluk insani di dunia lalu berbuat dari hal kecil untuk diri kita, lingkungan kita, untuk kehidupan yang lebih baik. 

Penggunaan bahan alam dari pertambangan adalah bagian dari kehidupan kita. Penggunaan air tidak bisa dihindari. Produksi sampah tidak bisa dielakkan. Namun hal yang lebih utama yang harus dilakukan adalah bagaimana kelompok masyarakat mendapat edukasi agar semua bisa jadi pelestari lingkungan hidup kapan dan di manapun ia berada, apapun profesi serta seberapa besar pun aksi kita. 

Perjalanan hidup kita butuh edukasi dan tindakan nyata untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik. Sehingga mari jadikan diri kita sebagai pelestari alam. Salam lestari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun