Dunia jenis kuliner berjenis Sop khas Makassar yang terkesan elitis
Kuliner khas Kota Makassar sangat familiar dengan makanan berat seperti olahan daging. Misalnya yang familiar di kota daeng tersebut yakni coto Makassar dan pallubasa.Â
Coto Makassar merupakan kudapan bila disantap antara pagi dan siang atau malam. Makanya isinya sedikit dan pasangannya hanya ketupat bukan nasi. Meski demikian banyak juga yang menjadikannya sebagai makanan pokok.Â
Berbeda dengan Pallubasa yang disajikan dengan nasi karena porsinya lebih besar dari coto. Selain kedua kuliner yang khas tersebut, ada juga kuliner khas di kota Anging Mamiri ini yang berbahan daging yakni sop saudara dan sop konro.
Sop Saudara
Sop saudara merupakan masakan khas dari Sulawesi Selatan berupa hidangan berkuah dengan bahan dasar daging sapi yang biasanya disajikan bersama bahan pelengkap seperti bihun, perkedel kentang, jeroan sapi, dan telur rebus.Â
Masakan ini umumnya dikonsumsi bersama dengan nasi putih dan ikan bolu (bandeng) bakar. Kuliner yang satu ini pada dasarnya lebih familiar di daerah Pangkep dibanding di kota Makassar.Â
Meski orang pangkep yang dikenal sebagai pencetus kuliner yang satu ini dapat kita jumpai di beberapa sudut kota Makassar, di pinggr jalan raya (jalan provinsi, terlebih di kota Pangkep, Sul-Sel). Kenapa demikian karena sop saudara lebih kental disandingkan dengan ikan bakar, sehingga di setiap warung sop saudara selalu disandingkan dengan ikan bakar (baik ikan laut maupun ikan tambak).
Konon, sop saudara berawal dari H. Dollahi (sapaan H. Dollah) yang merupakan seorang pelayan dari H. Subair, seorang penjual sop daging yang cukup terkenal di kota Makassar pada era tahun 1950-an.Â
Keduanya adalah warga kampung Sanrangan Kabupaten Pangkep yang mengadu peruntungan untuk meneruskan hidup dengan membuka warung makan di Kota Makassar.Â
Setelah selama 3 tahun berkolaborasi (dalam istilah di kota Makassar, berkongsi), H. Dollahi pun memberanikan diri untuk membuka usaha sendiri pada tahun 1957 dengan membawa nama Sop Saudara yang membuka lapak di kawasan lapangan Karebosi, Makassar. Racikan H. Dollahi ini ternyata mampu menarik minat pecinta kuliner baik bagi warga asli Sulawesi Selatan maupun pendatang.
Nama Sop Saudara yang unik ini dipilih karena terinspirasi dari nama "coto paraikatte" (biasa dijadikan nama warung yang menjual Coto Makassar). Dalam bahasa Makassar "paraikatte" berarti "saudara" atau "sesama". Dengan nama tersebut, H. Dollahi berharap semua orang yang makan di warung ini akan merasa bersaudara dengan pemilik, pelayan dan sesama penikmat Sop Saudara. Sehingga Sop Saudara bisa jadi akronim dari Saya Orang Pangkep Saudara.Â
Dengan niat dari pencetus tersebut ingin mempersatukan para orang Pangkep yang melelangkan hasil tangkapannya di Kota Makassar, sebaliknya warga kota Makassar dapat menjadi mitra atau saudara dari pedagang tersebut.Â
Selain itu pula bahwa maksud terselubung dari pencetus warung Sop Saudara ini agar semua orang yang makan dapat bersaudara. Sebagaimana prinsip masyarakat Bugis-Makassar, sekali engkau makan nasi di rumah kami maka kau sudah kami anggap sebagai saudara "tapi tidak sedarah". Sebaliknya, harapan tuan rumah bahwa sekali engkau memakan nasi kami maka pantang dirimu untuk membenci kami apalagi melukai kami.
Sop Saudara dan Ikan Bakar dianggap sedikit lebih elit dibandingkan dengan coto atau pallubasa. Baik dari segi menu maupun dari segi harga. Pasalnya sop saudara menggunakan ikan bakar.Â
Meski ikan bakar yang menjadi pasangan menu sop saudara namun tidak menutut kemungkinan pemesan bisa memesan ayam bakar atau bukan hanya ikan bandeng melainkan ikan laut.Â
Namun pelanggan perlu hati-hati memilih ikan laut sebab ikan laut paling murah 35 ribu 1 ekor di luar sop saudara dan nasi serta minumnya. Olehnya itu warung sop saudara dan ikan bakar yang ada di kota Makassar hanya buka di siang hari hingga petang untuk menu makanan berat.Â
Sementara warung sop saudara dan ikan bakar yang ada di jalan provinsi buka dari siang hingga tengah malam dan peruntukannya adalah para sopir truk atau pengendara lain yang sedang perjalanan jauh. Namun saat ini sudah tidak hanya pengendara saja melainkan warga sekitar yang sedang ingin mencicipinya.
Sop Konro sangat berbeda dengan Sop saudara meski memiliki kesamaan yakni sama-sama memiliki S.O.P. Namun Sop Konro merupakan salah satu makanan tradisional suku Makassar yang berbahan dasar daging sapi atau iga sapi.Â
Sementara Sop Saudara campuran jeroan daging dengan bihun, perkedel, dan telur. Bahan sop konro tersebut direbus dengan menggunakan rempah khusus seperti air asam jawa, kayu manis dan bahan lainnya.Â
Konro ini juga bisa dimasak sup dengan banyak rempah rempah. Warnanya kecoklatan yang didapatkan dari kluwek dengan aroma yang cukup kuat. Makanan ini memiliki rasa pedas yang nikmat apalagi jika didampingi dengan lauk lainnya. Konro sendiri berarti sapi, namun sop atau sup konro bukan hanya daging sapi melainkan tulang iga yang berbalut daging.
Masakan asli konro pada dasarnya dalam bentuk sup yang kaya akan rempah, namun kini memiliki variasi yakni konro bakar. Konro bakar dengan konro biasa bahannya sama, hanya saja konro bakar sebelum disajikan dibakar hingga matang sebelum dicampurkan dengan rempah dan sebelum disajikan.Â
Konro bakar ini dapat disebut sebagai konro kering karena kuah supnya disajikan terpisah. Semangkuk sup konro atau satu porsi konro disajikan dengan nasi putih dan harganya berkisar 40 -- 50 ribu rupiah.
Sop konro kini tidak hanya sebagai kuliner yang dijajakan di warung. Melainkan menjadi salah satu tradisi masyarakat etnik Bugis dan Makassar bila ada hajatan pengantin.Â
Di malam Mappacci, para keluarga dekat, tamu undangan dihidangkan menu sop konro dari hasil sapi atau kuda yang dipotong siang harinya. Sementara dagingnya disimpan untuk acara resepsi. Sehingga biasanya para tamu undangan jika ingin makan sop konro maka ia datang bertamu di malam harinya.
Demikian rangkuman dua kuliner bernama Sop atau Sup yakni Sop Saudara & Ikan Bakar, dan Sop Konro yang kini dianggap elitis sedikit dibanding dengan kuliner lainnya.Â
Sebab porsi kedua menu ini tidka bisa disajikan dalam mangkuk kecil. Dan orang-orang yang akan makan Sop Saudara dipinggir jalan tentu sudah mempersiapkan duit minimal 50 ribu rupiah. Demikian orang-orang yang akan makan Sop Konro baik di warung maupun di rumah tempat hajatan berarti dianggap makan dengan porsi banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H