Titik lemah kita ada pada rasa, bukan pada prosa
prosa adalah jembatan rasa, tempat menyeberangi rasa yang lain
yang butuh, di-butuh-kan atau mem-butuh-kanÂ
Tubuh kita adalah jembatan yang rubuh, bila tak ada lagi rasa
padahal tubuh kita masih utuh, kita hanya butuh rasa
untuk menyeberangi rasa-rasa lain yang dirasa
pada tubuh lain yang ada rasa dalam dirinya
Â
Ada pada laku tubuh yang lemah itu, jembatannya akan rapuh
Asa tak ada kuasa merubah, bila laku pada tubuh
masih begitu, tawa di atas derita menjadi perilaku
padahal tubuh kita adalah jembatan
rasa dan laku, di dalam rasa ada prasangka,Â
di dalam laku ada kuasa, kuasa yang dititpkan yang kuasa
tubuh dan laku adalah raga manusia
rasa dan laku adalah kuasa manusia
tubuh manusia adalah jembatan rasa dan laku atas dirinya
tapi kembali ke yang maha kuasa nantinya
tubuh kita hanyalah jembatan
kita adalah jembatanÂ
Dari seberang laku ke,
Menuju ke-ingin-an agar menjadi rasa
Kekasih kita adalah jembatan yang,Â
Meng- hantar - kan, rasa ke -kasihÂ
Mem-beri kasih, kepada tubuh yangÂ
membutuhkan rasa kasih,
agar kita menjadi terkasih
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI