Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Interpretasi atas Fenomena Sosial; Diskursus Fenomenologi dan Hermeneutika

28 Januari 2023   06:15 Diperbarui: 28 Januari 2023   06:19 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Interpretasi fenomenologi atas fenomena sosial

Fenomenologi atau phenomenology diartikan sebagai ilmu tentang gejala-gejala yang tampak atau menampakkan diri. ''fenomena'' merupakan realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung yang memisahkan realitas dari kita, namun realitas itu sendiri tampak bagi kita. Kesadaran itu sebenarnya mengarah pada realitas. Kesadaran selalu berarti sadar akan sesuatu. 

Kesadaran menurut kodratnya bersifat intensionalitas (intensionallitas merupakan unsur hakiki kesadaran). Justru karena kesadaran ditandai oleh intensionalitas, fenomena harus dimengerti sebagai suatu hal yang menampakkan diri. ''konstitusi'' merupakan proses tampaknya fenomena-fenomena kepada kesadaran. Fenomena mengonstitusi dalam kesadaran. Karena terdapat korelasi antara kesadaran dan realitas, maka dapat dikatakan konstitusi adalah aktivitas kesadaran yang memungkinkan tampaknya realitas. Tidak ada kebenaran pada dirinya lepas dari kesadaran. Kebenaran hanya mungkin ada dalam korelasi dengan kesadaran.

Realitas di sini tidak lain daripada dunia sejauh dianggap benar, maka realitas harus dikonstitusi oleh kesadaran. Konstitusi ini berlangsung dalam proses penampakkan yang dialami oleh dunia ketika menjadi fenomena bagi kesadaran intensional. Berarti masalah di dalam feneomenologi adalah kesadaran. Hegel di dalam tulisan Ahimsa-Putra (2012) disebutkan bahwa fenomenologi adalah pengetahun sebagaimana pengetahuan itu hadir terhadap kesadaran, atau ilmu tentang penggambaran atas apa yang dilihat dan dirasakan oleh orang. Sehingga dapat kita sebut bahwa masalah dalam filsafat fenomenologi tak lain dari kesadaran manusia.

Menurut pandangan Ahimsa-Putra (2012) bahwa fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu "menunjuk ke luar" atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat "penyaringan" (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni. Fenomena sosial mejadi objek kajian fenomenonologi, dengan dalil kesadaran. Kesadaran fenomenologi adalah kesadaran pengalaman, atau kesadaran akan pengalaman yang membutuhkan perangkat pengalaman manusia seperti alat pendengaran, penglihatan, perabaan, perasa, pemikiran, emosi dan keinginan (Block; Rasyid, 2005). Sehingga kesadaran fenomenal sangat bergantung pada alat penginderaan, dan alat penginderaan tentu.

Fenomenologi sosial adalah kombinasi konstruksi sosial dari realitas dan etnometodologi. Itu berkaitan dengan bagaimana orang menggunakan interaksi sehari-hari biasa untuk menghasilkan perasaan realitas dan intersubjektivitas. Sebagian besar karya Schutz menyangkut metode yang digunakan untuk konstruksi realitas melalui pengalaman sehari-hari. Sebagaimana dicatut dalam Nindito (2013) bahwa pemikiran Schultz merupakan jembatan pemikiran konseptual antara filosof sebelumnya dengan muara filsafat sosial dan psikologi dengan ilmu sosial yang berkaitan langsung dengan manusia pada tingkat kolektif, yaitu masyarakat. Posisi pemikiran ini tepatnya berada di tengah-tengah pemikiran fenomenologi murni dengan ilmu sosial menyebabkan buah pemikirannya mengandung konsep dari kedua belah pihak. Hal tersebut menandakan bahwa fenomenologi sosial Afred Schultz sangat relevan dan merespon atas adanya fenomena sosial kemasyarakatan sebagai obyek kajian ilmiah.

Seorang fenomenolog adalah orang yang terbuka pada realitas dengan segala kemungkinan rangkaian makna di baliknya, tanpa tendensi mengevaluasi atau menghakimi. Sehingga bisa dikatakan fenomenologi adalah kajian tanpa prasangka. Konsep fenomenologi Husserl juga mengacu (dipengaruhi) oleh konsep verstehen dari Max Weber. Verstehen adalah pemahaman sementara realitas untuk dipahami, bukan untuk dijelaskan. Menurut Husserl, fenomenologi sebagai minat terhadap sesuatu yang dapat dipahami secara langsung dengan indera mereka. Dimana semua pengetahuan diperoleh melalui alat sensor "fenomena"

Terkait intensionalitas, Husserl juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran Brentano terkait intensionalitas. Dalam konsep intensionalitas, Husserl telah membagi dua fenomena; fenomena fisik dan fenomena psikis. Dimana setiap tindakan mental tentu memiliki obek atau isi, objek atau isi inilah dimaksud intensionalitas. Menurut Rasyid (2005, 23) bahwa antara fenomenologi dengan psikologi memiliki kesamaan sebab sinonim dari psikologi deskriptif adalah fenomenologi. Dari konsep intensionalitas Brentano, maka Husserl melahirkan konsep epistemologi fenomenologi tersebut.

Schutz dan ahli fenomenologi sosiologis lainnya mencari bukan hanya untuk mengidentifikasi isi kesadaran kita terkait dengan konsepsi kita tentang realitas sosial dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga, bagaimana realitas ini sampai pada asumsi. Pada intinya, Schutz dan ahli fenomenologi sosial pada prinsipnya prihatin dengan kejadian kehidupan sehari-hari atau apa yang disebut Schutz sebagai 'dunia kehidupan'. Di dalam dunia ini, hubungan antara sosial dan alam dunia adalah apa yang menjadi keraguan. Ada keberadaan makna yang ikut bermain namun kebanyakan orang hanya menerima dunia apa adanya dan tidak pernah menebak konsep atau masalah makna yang kedua. Schutz menggali lebih dalam hubungan spesifik seperti perbedaan antara hubungan intim tatap muka dan hubungan yang jauh dan impersonal.

Edmund Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif serta introspeksi mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung. Perhatian filsafat hendaknya difokuskan pada penyelidikan tentang kehidupan dunia dan kehidupan batiniah. Penyelidikan ini hendaknyaa menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandalkan praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun