Menurut Ricoeur, simbol membangkitkan pemikiran. Simbol memberi makna, namun makna yang diberikan tersebut adalah hal yang harus dipikirkan. Sehingga dapat diasumsikan bahwa hermenutika berangkat dari symbol dan simbol berangkat dari sebuah kesaksian yang merupakan ranah pengalaman sebelum masuk ke dalam ranah teologi atau mitos.Â
Simbol primer dalam hal ini adalah unsur bahasa yang harus dibedakan dengan simbol mitis. Simbol mitis lebih banyak diceritakan, menciptakan ruang bagi dimensi naratif, misal penokohan, latar tempat dan waktu di dalam fabel. Tidak semua tanda (sign) merupakan simbol. Simbol mensyaratkan intensionalitas ganda. Dalam interpretasi symbol Ricouer mencoba menepis fenomena dengan menggunakan totalitas symbol, atau lingkaran makna di luar simbol primer. Selain lingkaran symbol dan symbol asumsi symbol primer tadi, Ricouer juga menyebut di luar symbol tersebut terdapat symbol kejahatan, symbol kejahatan ini digunakan dalam menginterpretasi symbol atas karya sastra, kajian mitologi budaya  (Indraningsih, 2016).
Asumsi kedua adalah bahasa sebagai titik tolak dari hermeneuitka untuk menginterpretasi sebuah gejala atau simbol. Â Simbol dan tanda, atau pesan berita yang kerap berbentuk teks tentu membutuhkan interpretasi atas adanya pengirim, penerima pesan, kurir atau perantara. Â sehingga menjadikan hubungan subyek dan obyek sebagai suatu pertalian kuat dalam interpretasi teks, meski ada juga tokoh hermeneutic selain Gdamer memisahkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H