Libur sekolah sebentar lagi usai. Target berlibur tak kunjung tercapai. Masih ada target wisata keluarga yang belum sempat dituntaskan lantaran cuaca tidak bersahabat.Â
Berlibur bagi anak-anak sangatlah berarti. Berkunjung ke rumah nenek pun hanya sebatas nyanyian. Padahal di hari sekolah pertama ia akan ditanya sama ibu/bapak gurunya. Kamu liburan di mana saja nak selain berkunjung ke rumah nenek?
Apa kisahmu pada liburan semester kali ini?
Musim hujan tak bersahabat. Terkurung di rumah juga bosan, ah ada-ada saja jenis keluhan. Tetapi begitulah tabiat manusia yang terkadang sulit di ubah. Di dalam rumah, ke luar di pekarangan, ke pinggir jalan hanya ada suara Latto-Latto. Mainan anak-anak yang lagi viral itu yang bunyinya seperti na-no, na-no di Eropa sana. Entah nama dan bunyinya apa, sebagian orang tua tak perduli yang penting anak-anak mereka sedikit begeser dari gadget ke mainan latto-latto itu.
Anak-anak harusnya bagaimana di musim libur semester. Ingin liburan jauh seperti ke laut, ke pantai, ke gunung, ke kebun binatang, atau ke mal, dan lain sebagainya.Â
Entah dipikiran saya masih saja terkadang menyalahkan petinggi negara kita baik itu eksekutif maupun legislatif. Soalnya di beberapa kota di Indonesia (bahkan mungkin hanya satu atau dua) memiliki tempat liburan di setiap sudut kota. Berbeda dengan di kota kami (di Sulawesi Selatan).Â
Cukup banyak tempat liburan misalnya ke Kaki Gunung Bawakarang melihat hutan pinus, merasakan kesejukan yang sungguh luar biasa paling tidak menghirup udara segar sedikit meghilangkan racun-racun polusi kota. Ke kebun the di Malino Highland misalnya melihat bagaimana hamparan teh dan indahnya panorama alam kita, menjadi pembelajaran bagi anak-anak dan terekam di memori mereka.Â
Tapi kedua tempat itu yakni di Malino (sebut kota Bunga yang nan indah di Selatan Kota Makassar) pun sulit digapai dengan cuaca yang tidak bersahabat yang terkadang akses jalan terputus. Ke Taman Nasional misalnya juga sangat bagus dengan tawaran panorama alam tetapi lagi-lagi selain cuaca yang tentu bukanlah wisata ramah anak di musim penghujan juga harus menyediakan banyak recehan duit karena setiap akses di sana terhitung cukup ribet.Â
Setiap spot beda rupiah padahal ini kan liburan di kampung sendiri. Kembali ke kota yang saya sebut dengan pelayanan wisata ramah anak yang akan menjadi alternati wisata liburan di tengah kota.Â
Misalnya di setiap sudut lapangan kota ada alun-alun yang cukup bayar parkir dua ribuan, di setiap mal ada permainan anak dengan gratis, di setiap pasar ada taman baca, di jantng kota ada taman pintar dengan berbagai fasilitas (ada gratis dan ada berbayar).Â
Paling tidak terdapat layanan yang disediakan pemerintah misalnya tidak ke gunung ayo ke pantai di sana terdapat berbagai fasilitas bermain pasir sepuasnya yang dapat terhindar dari bencana (yang tak terduga).Â