Penemuan teori beliau diawali dengan penghayatan dan catatan. Sampai saat ini telah kita nikmati hasil imaginasi mereka dan saya selalu menyebutnya sayap-sayap Newton.Â
Membaca Sastra sebagai perwujudan Zaman
Karya sastra sebagai karya kreatif, imaginatif dan sebagai rekaan seni bermediumkan bahasa namun tentu lebih didominasi unsur estetiknya.Â
Masyarakat Cina menganggap sastra sebagai Wen dan tradisi bersastra adalah Dao. Mereka mengangap sastra itu sebagai alat interpretasi ralitas masyarakat dan sebuah jalan hidup. Wen diamanatkan sebagai aksara dan prasasti kuno maka dari itu bahasa sastra adalah bahasa klasik.Â
Lanjut dari pandangan tersebut bahwa sastra dinilai sebagai Lu Yu atau jalan hidup yang suci (Dao). Sehingga jikalau kita menginterpretasikan bahwa karya sastra sebagai karya seni imaginatif sebagai jalan menuju kearifan maka tentu tidaklah mudah. Sebagaimana Fukuyama menjelaskan dalam buku The End of History and the Last Man (1990) bahwa seorang developer, dalam mencapai titik puncak seperti Donal Trump di AS dan pendaki ulung gunung Everest Reinhold Meissner.Â
Dari apa yang mereka terima saat ini bukan hal biasa menurut kita tetapi hal hal biasa menurut mereka. Tentu sudah melewati proses dan wadah idealisme, Fukuyama menyebut itu sebagai perjalanan thymotic, atau proses kehidupan pada level nyaman.Â
Saat ini kita sebagai manusia di masa milenial hadir sebagai pembaca kisah dari apa yang ditorehkan para pengkisah melalui hasil perjalanan thymotic tadi. Agar membantu membaca spirit dan semangat dari sebuah karya yang ada.
Apa yang ada di hadapan kita saat ini adalah buah karya dari hasil thymotic tadi begitu juga syair-syair, ditulis oleh penyair tentu sduah melewati sebuah proses kristalisasi ide, idealisme dan juga sebuah proses imaginatif. Sehingga bisa kita sepakati bahwa karya sastra yang ada di tangan kita adalah kebenaran imaginasi.Â
Kebenaran imaginasi melukiskan kisah, pengalaman, pengetahuan, pengamatan juga sebuah zaman dimana penulis itu berada. Bahasa dipakai sebagai medium di dalam karya syair itu tentu menggunakan bahasa significance atau konvensi tambahan.Â
Maka dalam pembacaan membutuhkan pendekatan estetis jika terkait dengan seni atau keindahan. Pendekatan imaginatif dan pemaknaan jika ingin memahami, menginternalisasi dan mengkritisi teks sastra dan memberi sumbangsi terhadap karya sastra yang telah ada.Â
Teknik pembacaan teks sastra ini dapat dilakukan dengan cara mengapresiasi atau mengkritik karya sastra dengan menggunakan pendekatan tertentu sesuai dengan jenis sastra (Puisi) yang akan dikaji.