Membaca karya sastra membaca zaman dan menggali Zamrud
Membaca Zaman
Penulis kenamaan Alvin Toffler (1928-2016) dinobatkan sebagai seorang Futurist Amerika atas karya terbaiknya di tahun 1970 "The Future Shock" dan karya berikutnya di tahun 1980 "The Third Wave".Â
Karya tersebut lahir atas pengalaman dan research beliau di dunia industri, sosial, bisnis dan tentu bidang penulisan, penelitian serius ia mulai sejak awal 1960an. Sehingga kedua karyanya mengkisahkan tentang peradaban manusia dan fase perkembangan manusia.Â
Dalam buku "the Third Wave" Ia membagi tiga fase tersebut yang ia sebut sebagai the Third Wave. Â Ketiga fase atau gelombang revolusi yang dimaksud adalah the First Wave yaitu zaman Agraria, the second wave yaitu Zaman Industri dan the third wave yaitu pasca industri.
Zaman Agararia digambarkan bagaimana masyarakat pada zaman itu penuh dengan kegigihan untuk bertahan hidup dan melawan hidup dengan cara konvensional dalam kurun waktu cukup lama. Sementara di zaman kedua bahwa manusia berada pada posisi "tools" dari konsumerisasi industri.Â
Pada level negara berkembang, manusia pada fase ini lebih cenderung menjadi tenaga ahli pada bidang teknologisasi sebagai perpanjangan tangan dari hasil produksi dari negara maju. Â Selanjutnya di akhir dari fase menurut Tofler bahwa manusia dituntut untuk menjadi dirinya sendiri. Pada fase ini manusia tidak lagi menjadi pekerja pada sebuah industri tetapi lebih cenderung menjadi home insudtri atau self industri.
"[[Third Wave Democracy| The third wave]] led to the [[Information Era]] (now). Homes are the dominant institutions. Most people carry on their own production and consumption in their homes or electronic cottages, they produce more of their own products and services and markets become less important for them. People consider each other to be equally free as vendors of prosumer-generated commodities".
Rumah menjadi institusi, dan masyarakat cenderung pada re-produksi dan re-konsumerisasi; lalu menjelam recycle. Hidup manusia dan bumi terkesan recycle, karya-karya manusia cenderung mimesis (Plato), mimesis kemudian menjelma nilai (Aristoteles). Melihat kondisi tersebut juga saat ini tentu kita berada pada fase ketiga dengan menerima keadaan.Â
Sebagaimana kutipan "Tomorrow's illiterate will not be the man who can't read; he will be the man who has not learned how to learn." (The Future Shock" A.T.) kita dapat menyimpulkan bahwa kondisi saat ini dan esok kita tentu dituntut untuk tidak buta huruf dan melek teknologi yang tidak lagi disiapkan vokasi untuk mengetahui suatu industri.Â
Semua serba cepat dan instant. Maka manusia-manusia sebelum kita sebut saja Albert Einstein yang memadukan logika dan imaginasi, namun lebih mengedepankan imaginasi dibanding pengetahuan. Begitu halnya Isak Newton yang lebih cenderung membungkus imaginasi ketimbang akal sehat.Â