Masa remaja merupakan salah satu fase yang terdapat pada rentang kehidupan seorang manusia. Fase ini merupakan fase perpindahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung pada usia 12 sampai 22 tahun. Masa ini juga dikatakan sebagai masa-masa yang penuh dengan gejolak kehidupan.Â
Seorang remaja tentu mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang signifikan baik dari segi fisik maupun psikologisnya. Apabila perkembangan remaja dilihat secara fisiknya maka dapat ditandai dengan matangnya organ-organ yang terdapat pada tubuh maupun organ reproduksi pada laki-laki dan perempuan,sedangkan hal yang menjadi penanda kematangan psikologis remaja biasanya muncul ketertarikan atau rasa ingin memiliki terhadap lawan jenis. Hal tersebut yang nantinya menjadi pemicu munculnya keinginan untuk menjalin hubungan (pacaran).Â
Pacaran merupakan suatu proses adanya dua orang manusia yang saling memiliki ketertarikan, ingin saling mengenal satu sama lain, dan menginginkan hubungan yang lebih erat lagi dibandingkan dengan sebelumnya. Menurut tinjauan psikologi, perilaku berpacaran merupakan suatu hal yang dianggap normal. Namun, sangat disayangkan tidak sedikit remaja yang mengekspresikan perilaku pacaran yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, agama maupun hukum.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRR), menunjukkan bahwa umur pertama kali remaja Indonesia melakukan hubungan pacaran, yaitu pada kisaran umur 12 tahun. Adapun bentuk perilaku pacaran remaja yang tidak sehat sebanyak 92% remaja telah berpegangan tangan saat berpacaran, 82% remaja telah melakukan ciuman, 63% remaja saling meraba area sensitif dengan pasangan ketika berpacaran. Â
Faktor Pemicu Perilaku Berpacaran
Adanya perilaku yang menyimpang khususnya dalam konteks berpacaran tentu terdapat faktor-faktor yang memicu seorang remaja (siswa) melakukan hal tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:
1. Diri Individu
Faktor pendorong dalam diri individu bersumber dari motivasi untuk dapat memenuhi kebutuhannya
2. GlobalisasiÂ
Adanya globalisasi menyebabkan pola pikir dan perilaku remaja cenderung beranggapan bahwa berpacaran merupakan suatu rutinitas yang wajib dilakukan dan merupakan hal yang umum terjadi di kalangan teman sebaya.Â
3. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi juga membuat individu terutama para remaja menjadi lebih mudah untuk dapat mengakses berbagai bentuk tayangan yang ada di internet, terlebih lagi untuk berkomunikasi dengan pasangannya. Â
4. Peran Orang tua dan Teman Sebaya
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran orang tua juga sangat berpengaruh dalam hal tersebut karena tidak sedikit orang tua yang sibuk dengan segala aktivitasnya, sehingga kurangnya kontroling dari orang tua ke anak. Selain itu, faktor teman sebaya juga berpengaruh karena seorang individu tentu memiliki hubungan atau konektivitas yang erat dengan teman sebayanya.
5. Lingkungan PergaulanÂ
Apabila lingkungan tersebut mencakup orang-orang yang memiliki hal positif tentu akan berdampak baik pula begitupun sebaliknya.Â
Dampak Perilaku Berpacaran
Adapun dampak yang dapat ditimbulkan dari perilaku berpacaran, baik dampak positifnya, seperti motivasi belajar bisa meningkat karena adanya dukungan yang diberikan pacar, pergaulan tambah meluas, dsb. Selain itu, ada juga dampak negatif dari perilaku berpacaran yang melebihi batas, yaitu dapat mengganggu psikologis, mengurangi waktu interaksi bersama keluarga, teman, maupun masyarakat sekitar.
Bimbingan dan Konseling
Sebenarnya bimbingan dan konseling merupakan dua hal yang berbeda, tetapi sulit untuk dipisahkan karena keduanya saling memiliki keterkaitan. Bimbingan dan konseling adalah proses bantuan yang diberikan oleh pembimbing atau konselor kepada individu atau konseli melalui pertemuan tatap muka atau adanya hubungan timbal balik antara kedua belah pihak, agar konseli mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk melihat dan menemukan masalahnya serta dapat menyelesaikan persoalannya sendiri.
Kontribusi Guru Bimbingan dan KonselingÂ
Terdapat dua bentuk kontribusi atau upaya yang dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi permasalahan perilaku menyimpang berpacaran, yaitu upaya preventif dan upaya kuratif.
Upaya Preventif
Merupakan bentuk kontribusi atau upaya yang dilakukan sebelum terjadinya permasalahan, disebut juga sebagai upaya pencegahan.
1. Â Memberikan Layanan Informasi
Guru BK senantiasa memberikan layanan informasi mengenai bahaya pacaran pada remaja maka hal ini dapat membantu siswa untuk mencegah penyimpangan dalam berpacaran.
2. Â Mengadakan PenyuluhanÂ
Guru BK bekerja sama dengan lembaga terkait, seperti lembaga kesehatan puskesmas mengenai pembahasan masa  remaja  dan  juga reproduksi agar siswa tidak terjerumus dalam gaya berpacaran yang bebas.
Upaya Kuratif
Merupakan bentuk kontribusi atau upaya yang dilakukan setelah terjadinya permasalahan.
1. Menggunakan Konselor Sebaya
Dengan adanya konselor sebaya yang merupakan siswa-siswa dengan memiliki kepedulian kepada teman dekat atau teman sekelasnya yang sudah diketahui menjalani hubungan berpacaran yang menyimpang maka mereka akan memberikan laporan kepada guru BK agar siswa yang mengalami hubungan berpacaran menyimpang tersebut dapat diberikan arahan atau bimbingan.
2. Memberikan Bimbingan
Guru Bimbingan dan Konseling dapat langsung memberikan bimbingan kepada siswa yang bermasalah tersebut, baik secara individu maupun berkelompok.
Dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya dapat diketahui bahwa sejatinya seorang remaja yang berpacaran dapat menghindari adanya dampak dari perilaku pacaran, jika remaja (siswa) tersebut mampu memiliki suatu keyakinan untuk dapat menjauhi perbuatan yang negatif dan memiliki kesadaran untuk melakukan hal-hal positif, meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H