Mohon tunggu...
Andips Bapake Aisyah
Andips Bapake Aisyah Mohon Tunggu... -

Seorang suami dan seorang Ayah/\r\nPekerja Sosial/\r\nRelawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mungkin Karena Kurang Visioner

30 Juli 2010   03:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:27 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbagai macam masalah mendera bangsa ini. Dari kasus meledaknya tabung gas elpiji ukuran 3 kg yang sudah memakan korban jiwa, kemacetan lalu lintas di ibukota negara Jakarta, sampai urusan politik seperti wacana mengurangi jumlah partai agar sistem presidensial bisa berjalan lebih efektif.

Dalam tajuk rencana harian kompas hari ini (30 Juli 2010), dituliskan bahwa pengamat dalam dan luar negeri percaya bahwa sebetulnya Indonesia bisa melesat lebih maju hari ini jika didukung infrastruktur yang baik. Mereka bilang peluang itu sangatlah besar. Dan saya termasuk yang menyetujui pendapat ini.

Tapi realitas di lapangan sangatlah berbeda. Berbagai kasus yang melanda Indonesia membuat program-program Pemerintah harus dievaluasi dan membutuhkan waktu dan biaya untuk memperbaiki permasalahan yang ada.

Meledaknya Tabung Gas

Seperti program konversi minyak tanah ke gas, sesungguhnya dapat membantu kondisi keuangan negara dengan mengurangi subsidi pemerintah atas minyak tanah untuk masyarakat. Program sosialisasi dan pemberian tabung gas dan selang regulator berjalan sangat masif. Program tersebut dianggap sukses, meskipun dengan beberapa catatan. Namun di belakang hari, tabung gas tersebut ternyata tidak aman. Sudah puluhan tabung gas meledak dan memakan korban jiwa.

Akhirnya para pemangku kebijakan harus berhenti sejenak untuk mengevaluasi. Namun saya lihat bukan cara evaluasi yang baik karena tiap pemangku kebijakan itu saling lempar tanggunjawab. Ada yang bilang tabungnya palsu dan tidak standar nasional (baca: SNI), begitu pula dengan selang regulator yang bocor, sampai sosialisasi yang dilakukan tidak benar sampai ke masyarakat.

Mohon maaf, saya belum punya usul bagus untuk masalah ini. tapi sebaiknya para pemangku kebijakan melakukan kontrol sangat ketat terhadap kualitas tabung, selang dan regulator, dan juga cara pengisian tabung, di samping terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Kemacetan Jakarta

Juga masalah kemacetan di Jakarta, sebagai ibukota suatu negara kepulauan terbesar di dunia. Masyarakat sudah terlanjur percaya kepada "Sang Ahli" untuk membereskan masalah ini. Namun kenyataannya Sang Ahli tidak dapat berbuat banyak. Entah karena Sang Ahli kurang tegas atau memang permasalahan di DKI Jakarta memang sudah saking ruwetnya sehingga Sang Ahli bingung menentukan skala prioritas untuk menyelesaikannya.

IMHO, masalah kemacetan di Jakarta dimulai dari pembenahan tata kota Jakarta dan dilaksanakan dengan disiplin. Tidak semata-mata mengejar pendapat asli daerah, namun demi produktifitas daerah tersebut. Tata kota dapat memberikan gambaran pertumbuhan kota termasuk hal transportasi, ruang terbuka hijau, gedung-gedung, dan sarana perkotaan lainnya.

Yang kedua, perlunya kebijakan transportasi yang saling mendukung dari para pemangku kebijakan. Hal ini harus dilaksanakan secara tegas dan disiplin. Dibutuhkan leadership yang tinggi untuk menjalankannya. Dari beberapa catatan kepemimpinan Sutiyoso pada periode sebelumnya, kebijakan mengenai busway sesungguhnya sangat bagus, namun sayang sekali tataran operasional tidak maksimal.

Fauzi Bowo atau Foke, sebaiknya merumuskan dahulu konsep transportasi yang cocok untuk pertumbuhan Jakarta sampai puluhan tahun ke depan. Apakah transportasi berbasis rel atau berbasis air memanfaatkan kanal-kanal yang ada? Atau tetap memaksakan menambah jalanan yang pertumbuhannya sangat tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan yang ada? Atau menyediakan sarana untuk transportasi yang lebih sehat dan bersih seperti sepeda dan membuat nyaman para pejalan kaki?

Kebijakan yang saat ini dan yang akan datang seperti 3 in 1, dan ERP (electronic road pricing) saya rasa tidak akan akan efektif. Alasannya, para pemilik kendaraan adalah mereka yang punya uang. JElas saja mereka tidak akan kesulitan mengeluarkan uang untuk melintasi suatu jalan. 3 in 1 pun dapat dibobol dengan menyewa joki.

Kebijakan pembatasan sepeda motor untuk melintasi jalan-jalan tertentu juga dinilai tidak akan efektif. Seorang warga dengan pemikiran sederhana pun bisa bilang pembatasan itu hanya memindahkan kemacetan ke tempat lain. Tingkat disiplin pengendara motor pun, bisa dibilang sangat kurang sehingga kecelakaan yang melibatkan kendaraan beroda dua cukup signifikan.

Mungkin Karena Kurang Visioner

Saya berpikir bahwa kebijakan-kebijakan yang ditelurkan belakangan ini, pondasi pemikiran dan visinya tidak kuat. Sehingga kebijakan yang diambil berpotensi menimbulkan masalah pada jangka menengah dan panjang. Kebijakan yang diambil hanya untuk membereskan masalah saat ini. Masalah masa depan akan dicari solusi di masa itu.

Visi konversi minyak tanah ke gas sesungguhnya sangat bagus, tapi visi keamanannya masih kurang. Jika visi keamanannya kuat, insya Allah tidak terjadi ledakan tabung tersebut.

Menangani kemacetan juga menunjukkan bahwa pengambilan keputusan tidak visioner. Pembangunan jembatan layang maupun underpass pun tidak menjadi solusi karena orang dengan bebas membeli mobil atau motor, dan malas menggunakan angkutan umum. Pembangunan jalan tidak sebanding dengan volume kendaraan yang melintas.

Orang-orang pun bertanya-tanya, kemana uang pajak kendaraan yang dibayarkan tiap tahun? Mengapa tidak ada perbaikan signifikan? Malah jatuhnya jadi su'udzan terhadap pemerintah.

Banyak orang pinter di negeri ini. Singkirkan dulu kepentingan pribadi. Cari ide-ide yang masterpiece untuk perbaikan bangsa dan negara ini. Semoga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun